Wednesday, May 27, 2009

Japan International Cooperation Agency (JICA)

CATATAN KULIAH TENTANG JICA-MANAJEMEN MARITIM

-------------------------------------------------------------------------------------------

Japan International Cooperation Agency

(JICA)

1.1 Bidang-Bidang Prioritas Kerjasama JICA di Indonesia (2007)

Pada tahun 2004, Pemerintah Jepang telah menyusun strategi bantuan untuk pembangunan Indonesia berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Indonesia, yang dititikberatkan pada pencapaian tiga bidang utama:


(i) pertumbuhan berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor swasta
(ii) membangun masyarakat yang demokratis dan berkeadilan
(iii) perdamaian dan stabilitas, dan berupaya membantu semaksimal mungkin inisiatif

Pemerintah Indonesia dalam mendorong kemandiriannya.

Sebagai tindak lanjut kunjungan Presiden JICA, Ibu Sadako OGATA, ke Indonesia pada pertengahan tahun 2005, arahan prioritas program untuk Indonesia perlu difokuskan pada tiga bidang kerjasama utama :


(1) Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(2) Pengentasan kemiskinan melalui pengenalan model kerjasama berbasis wilayah,

seperti Kawasan Indonesia Timur (KTI)
(3) Pelestarian lingkungan.

Berdasarkan arahan kebijakan pemerintah serta dalam menanggapi berbagai kebutuhan mendesak termasuk di dalamnya melanjutkan berbagai proyek kerjasama yang sedang berjalan, JICA telah meninjau kembali rencana program kerjasamanya di Indonesia untuk tahun anggaran 2007 menjadi enam bidang prioritas yang diuraikan lebih lengkap pada , dimana prioritas tersebut didasarkan pada pendekatan sebagai berikut:

(i) Memperkenalkan pendekatan program berdasarkan rencana bergulir (rolling plan program based approach) melalui penetapan tujuan program dengan kombinasi berbagai skema proyek yang tepat untuk kerangka jangka menengah (3-4 tahun), termasuk untuk memfasilitasi demi kelanjutan proyek yang tengah berlangsung

(ii) Memperkenalkan pendekatan model program kerjasama berbasis wilayah dengan cara menetapkan tujuan program yang lebih lintas-sektoral dan lintas isu dalam suatu daerah, contohnyaKTI

(iii)Merancang program yang lebih fleksibel dalam menanggapi kebutuhan mendesak dan darurat bagi pembangunan Indonesia, termasuk bantuan untuk bencana alam dan isu ancaman global seperti flu burung, serta mempromosikan kerjasama teknik dalam mendukung dimulainya Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEPA).

Singkatan : JICA (Japan International Cooperation Agency)

Negara : Japan
Jenis Organisasi : Bantuan teknis
Kegiatan Pendukung :

JICA telah menjalankan inisiatif-inisiatif untuk merumuskan kembali program bantuannya dalam rangka memenuhi permintaan dan menanggapi perubahan situasi di Indonesia, dengan merumuskan Country Program yang lebih tepat sasaran untuk Indonesia. Berkaitan dengan proses ini, pada tahun 2001, JICA telah menjabarkan prioritas bidang kerjasama yang menjadi prioritasnya bagi Indonesia, sebagai berikut:


Prioritas-prioritas Kami:
1. Reformasi Struktural Ekonomi bagi Pemulihan Ekonomi yang stabil
2. Pemerintahan yang Berwibawa
3. Infrastruktur Industri untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan ,
4. Pembangunan Sosial dan Pengurangan Kemiskinan
5. Perlindungan terhadap Lingkungan.


Sektor yang diprioritaskan :
Organisasi yang didukung :
- NGO/LSM secara umum
- Organisasi penelitian
- Pemerintah Indonesia

Jaringan :
Jaringan kerja di Indonesia :
Jaringan kerja Internasional :

Fokus geografis :
. Cara mengakses dukungan tersebut :
. Kaitan peacebuilding dengan tujuan dan strategi organisasi :

Latar belakang organisasi :


Japan's Official Development Assistance (ODA) dimulai pada tahun 1954, ketika mengikuti Colombo Plan, sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1950 untuk membantu negara-negara Asia dalam pembangunan sosial-ekonomi mereka. Sementara menerima bantuan itu sendiri pada era 1950an dari Bank Dunia untuk rekonstruksi ekonominya, Jepang mulai memberikan bantuan bagi negara-negara yang sedang berkembang.


Ada tiga kategori utama ODA:
1). Bantuan Dana Bilateral (bantuan dana dan kerjasama teknis),
2). Bantuan Pinjaman bagi Pinjaman Bilateral, yang umumnya disebut "Pinjaman Yen",
3). Kontribusi dan biaya keanggotaan bagi organisasi donatur multilateral.

Kebanyakan jatah bantuan dana bilateral dijalankan melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), sementara itu Japan Bank untuk International Cooperation (JBIC: sebelumnya bernama OECF "Overseas Economic Cooperation Fund ") bertanggungjawab atas pinjaman bilateral.

Kegiatan-kegiatan Utama JICA Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pelatihan Teknis
2. Pelatihan di negara Ketiga
3. Pelatihan dalam negeri
4. Program Undangan Pemuda
5. Pengiriman para ahli
6. Studi Pengembangan
7. Bantuan dana
8. Program Pemberdayaan Masyarakat
9. Pengiriman Ahli Junior
10. Pengiriman Ahli Perak

BAB II

HASIL SURVEY JICA DAN INTERMODA TRANSPORTASI

2.1 Latar belakang

Perdagangan bebas yang diimplementasikan melalui skema WTO/GATS dan AFTA/AFAS merupakan ta ntangan sekaligus peluang dalam pembangunan ekonomi nasional maupun daerah. Meskipun terdapat kelesuan ekonomi Asia Timur dan Tenggara karena krisis ekonomi dan perbankan, pertumbuhan GDP global antara tahun 1996-2000 ad alah 2,6% per tahun, mencapai 4% di tahun 2000. Asia Tenggara mengalami proses recovery dalam beberapa tahun terakhir dengan pertumbuhan 6% di tahun 2000 (dibandingkan dengan 3,4% tahun 1999). Hal ini mengakibatkan pertumbuhan perdagangan dunia secara volume sekitar 10%1. Dalam kaitan globalisasi inilah infrastruktur maupun jasa transportasi harus dilihat sebagai bagian dari sistem distribusi global untuk penumpang dan barang. Efisiensi sistem transportasi menjadi daya tarik investasi maupun menjadi penentu dalam penentuan harga komoditi yang kompetitif bagi produk dalam negeri, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Pertumbuhan volume perdagangan Indonesia sebesar 24% di tahun 2000 dalam nilai US$ setara dengan Cina dan berada di atas negara-negara Asia Pasifik lainnya, tentu saja merupakan faktor yang semakin menyadarkan arti penting mobilitas barang dan jasa pada tingkat regional dan internasional. Bagi Indonesia sendiri pemulihan ekonomi paska krisis 1997 berlangsung lambat karena bertumpu pada konsumsi masyarakat meskipun stabilitas moneter merupakan salah satu pencapaian yang signifikan bagi pemerintah. Pergerakan ekonomi Indonesia juga diperkirakan disebabkan karena adanya hidden economy dalam bentuk sector informal dan illegal. Kurangnya kemampuan APBN dalam menstimulasi perekonomian Indonesia yang akhirnya memberikan ancaman pada daya saing ekspor Indonesia dan belum masuknya investasi jangka panjang berskala besar merupakan aspek-aspek yang menghambat kembalinya pertumbuhan ekonomi yang mampu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan daya saing Indonesia. Lebih jauh kondisi ini telah mengurangi aktifitas manufaktur dan mendorong pengusaha mengalihkannya ke sektor perdagangan. Disamping itu, dengan upaya pengurangan hutang pemerintah kepada lembaga multilateral, sumber pendanaan menjadi semakin mahal. Keterlibatan Indonesia dalam perdagangan global tampaknya perlu diantisipasi secara seksama oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah pusat memberi perhatian karena memiliki implikasi terhadap kondisi ekonomi makro, termasuk dalam hal neraca perdagangan serta pertumbuhan investasi. Pemerintah daerah akan memperoleh dampak globalisasi ekonomi dalam penyediaan kesempatan kerja dan peluang ekspor (dan impor).

Kondisi infrastruktur transportasi Indonesia saat ini telah sangat menurun bila dibandingkan dengan kondisi pra-krisis. Sekitar 70 % dari sistem jaringan jalan nasional, propinsi dan lokal saat ini tidak dapat berfungsi pada tingkat pelayanannya. Sektor transportasi tumbuh sangat lambat selama periode 1996 – 2001 sebesar 2,4% per tahun. Selama periode tersebut angkutan KA dan laut mencapai pertumbuhan yang relative tinggi yaitu 8% dan 5%. Profil ekonomi Indonesia selama 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa setiap pertumbuhan 1% PDB meningkatkan permintaan transportasi sebesar 1,5%, sedangkan kenaikan sector bangunan sebesar 1% akan meningkatkan

sector transportasi sebesar 0,5%. Sistem distribusi barang dan jasa menuntut tingkat efisiensi yang tinggi dan tawaran harga yang kompetitif bagi konsumen yang akan membeli produk maupun bagi korporat yang akan berinvestasi. Efisiensi ini bisa dicapai melalui prinsip skala ekonomi (economic of scale) dan lingkup ekonomi (economic of scope) yang mensyaratkanmkerjasama antar daerah dalam membentuk sistem transportasi nasional. Dalam konteks perdagangan global inilah pendekatan fungsional dalam melihat sistem transportasi ini perlu dikembangkan melebihi pendekatan struktur dan kewenangan, seperti dalam banyak kasus pengembangan pelabuhan.

(ESCAP, 2001, Review of the Developments in Transport and Communications in ESCAP Region 1996 -2001, hal. 13-15).

Pengembangan transportasi di Indonesia saat ini tengah mengalami dilema. Di satu sisi proses desentralisasi membawa daerah dalam situasi yang inward looking yaitu lebih mengutamakan isu-isu internal daerah tersebut, tetapi di sisi lain, perkembangan ekonomi dan perdagangan internasional dan regional menuntut reaksi yang strategis dalam menghadapi kompetisi ini. Pertumbuhan ekonomi regional AsiaTenggara yang demikian cepat menyebabkan Indonesia yang menjadi ujung kontinen Asia menjadi tertinggal. Hal-hal dimuka telah mendorong tumbuhnya wacana pengembangan transportasi intermoda. Platform pengembangan transportasi intermoda ini diharapkan akan dapat memberi gambaran mengenai tantangan dan prospek sistem distribusi barang dan jasa di Indonesia dalam meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. Pada saatnya, daya saing ini akan memberikan kontribusi pada upaya penanggulangan kemiskinan yang akan menjadi agenda nasional dalam beberapa tahun ke depan.

2.2 Best practice dari transportasi intermoda

Dalam konsep intermodality, peran simpul antar moda sangatlah penting. Efisiensi di transshipment point ini menjadi kunci efektifitas kinerja jaringan transportasi intermoda. Beberapa best practices pengembangan simpul antar moda yang dapat dirujuk adalahy sebagai berikut:

  • Bandara Schipol, Amsterdam – yang mengembangkan konsep international modal interchange
  • Bandara Heathrow, London – merupakan bagian dari konsep multi airport yang terhubung dengan KA
  • Pelabuhan Yokohama – adalah pelabuhan terbesar di Pulau Honshu Jepang. Setiap dermaga dilayani oleh KA ke berbagai jurusan di Jepang
  • Pelabuhan Liverpool – akses jalan ke pelabuhan ini sangat baik melalui jaringan jalan M53, M57, M56, M58, dan M62 dengan pola grid. Jarak antara dryport KA dengan dermaga juga sangat ideal.

Hal-hal dimuka telah mendorong tumbuhnya wacana pengembangan transportasi intermoda. Platform pengembangan transportasi intermoda ini diharapkan akan dapat memberi gambaran mengenai tantangan dan prospek sistem distribusi barang dan jasa di Indonesia dalam meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. Pada saatnya, daya saing ini akan memberikan kontribusi pada upaya penanggulangan kemiskinan yang akan menjadi agenda nasional dalam beberapa tahun ke depan.

2.3 Intermoda dan Multi Moda: Definisi dan situasi nasional

Di tahun 1980, PBB mengeluarkan konvensi transportasi multimoda internasional yang memuat definisi multimoda dan operator multimoda. Transportasi multi moda (internasional) didefinisikan sebagai “the carriage of goods by at least two different modes of transport on th e basis of a multimodal transport contract from a place in one country at which the goods are taken in charge by the multimodal transport operator to a place designated for delivery situated in a different country”. Operator transportasi multi moda didefinisikan sebagai “any person who on his own behalf or through another person acting on his behalf concludes a multimodal transport contract and who acts as a principal, not as an agent or on behalf of the consignor or of the carrier participating in the multimodal transport operations, and who assumes responsibility for the performance of the contract”. Sementara itu EU melalui proyek LOGIQ mendefinisikan bahwa intermodal transport adalah “the movement of goods in one loading unit, which uses successively several modes of transport without handling of the goods themselves in transshipment between the modes”. Definsi tersebut menuntut integrasi prima dari komponen-komponen sistem logistic mulai dari warehousing hingga pengantaran ke konsumen. Pendekatan ini telah mengalami revolusi dari pengelolaan inventory hingga ke Just-In-Time (atau Kanban) yang mensyaratkan zero defect dan konsep supply chain management yang mensyaratkan pengenalan lalulintas barang, informasi dan financial yang terkendali. Di tahun 2002, Negara -negara Asia Pasifik mempunyai kontribusi 50% dari perdagangan dunia yang 90% diantaranya diangkut dengan petikemas. Di wilayah ini, terdapat 21 dari 30 pelabuhan petikemas terbesar dan 23 dari 30 bandara tersibuk di dunia. Tahun 2001, lalulintas pe tikemas di 17 negara berkembang Asia memiliki kontribusi 73,45 juta TEUs atau 31% dari lalulintas petikemas global. Dalam kondisi itu, Indonesia memiliki kontribusi sebesar 3,49 juta TEUs.

Sistem distribusi nasional mengalami stagnasi sehingga keunggulan kompetitif Indonesia di banding negara-negara lain menjadi berkurang. Cina, Thailand dan India adalah beberapa Negara yang telah mengembangkan seamless distribution dan konsep ini dan menjadi benchmark bagi upaya serupa di negara berkembang lain. Fasilitas inland container depot (ICD) di Lard Krabang, Thailand telah menunjukkan efektifitas kebijakan yang dikombinasikan dengan insentif finansial. Tulkakabad ICD dekat New Delhi dan pertumbuhan cepat dari Container Corporation of India Limited, yang dari 1989 telah menangani 31 terminal ekspor impor dan 9 terminal domestik dengan 900,000 TEU di tahun 1999 menunjukkan ICD yang efektif. Di Cina, pemerintah memanfaatkan Sungai Yangtze sebagai inland waterway dengan pertumbuhan lebih dari 40% per tahun dan menunjukkan potensi perairan daratan yang luar biasa2.

2.4 Ketidakseimbangan pangsa pasar angkutan

Pangsa pasar angkutan di Indonesia saat ini masih didominasi oleh jalan dengan 84,13% angkutan penumpang dan 90,34% angkutan barang per tahun. Pangsa angkutan laut masih sangat sedikit yaitu 1,76% per tahun untuk angkutan penumpang meskipun untuk angkutan barang relative lebih besar dengan 7% per tahun. Idealnya, pangsa antar moda harus diseimbangkan sehingga intermodal externalities dalam bentuk ekonomi biaya tinggi akibat kemacetan dan kerusakan jalan dapat diminimalkan. Untuk itu perlu dikenali keunggulan komparatif masingmasing moda.

Dalam mendorong distribusi global ini meskipun kesuksesan dari inisiatif tersebut belum menjadi kisah sukses pada tingkat internasional. Beberapa inisiatif pengembangan transportasi intermoda seperti proyek dry container port seperti di Bojanegara, masih lebih perlu dikembangkan lebih jauh supaya tidak saja berorientasi dan memberikan manfaat bagi keperluan domestik.

Perkembangan berbagai kerjasama regional seperti IMT -GT dan IMS-GT telah digulirkan dan mengandalkan pada kemampuan nasional untuk mengembangkan transportasi intermoda. Namun

demikian, berbeda dengan rencana yang ingin dijalankan, kenyataan menunjukkan pengangkutan

komoditas barang maupun penumpang masih didominasi oleh truk dan bus. Sedangkan jasa transportasi maritim masih belum dapat menyediakan pelayanan pengangkutan kargo yang memadai, tepat waktu dan terjamin keamanannya.

2.5 Pendekatan tata ruang dalam pengembangan sistem transportasi intermoda

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan sistem transportasi intermoda terutama dalam penetapan lokasi transshipment adalah dengan menggunakan konsep tata ruang. Efisiensi transportasi dari perspektif transporter perlu melihat kepentingan pamanfatan ruang bagi konsep pembangunan yang lebih luas .Kasus pelabuhan Bitung misalnya merupakan contoh penggunaan pendekatan tata ruang dalam menetapkan prioritas pengembangannya

Dewasa ini sistem transportasi maritim di Sumatera bagian utara misalnya didukung oleh 9 (sembilan) pelabuhan, yakni Belawan, Lhokseumawe, Dumai, Sabang, Tanjung Balai Asahan, Kuala Langsa, Malahayati dan Bagansiapiapi. Studi ADB3 memperkirakan pertumbuhan permintaan terhadap jasa transportasi di subregional IMT-GT belum akan memberikan banyak pengaruh pada fasilitas (kapasitas) infrastruktur transportasi, namun demikian akan lebih banyak berpengaruh pada tingkat pelayanan (level of service) yang tersedia. Termasuk dalam kategori ini adalah fasilitas kepabeanan, imigrasi serta feeder services. Kondisi kesiapan pelaksanaan transportasi intermoda di Indonesia dapat pula dilihat dari indicator yang paradoksal di Pelabuhan Tanjung Priok. Berth Operating Ratio (BOR) sebesar kurang dari 70% mengindikasikan kapasitas dermaga yang masih mencukupi sementara survei JICA menunjukkan bahwa dari 20 kapal yang diamati, hanya 2 kapal yang dapat langsung merapat di dermaga.

( Ibid, hal. 123-155. ADB, 1995, IMT-GT Development Project, Vol V: Transportation and Communications).

Konsep intermoda maupun multi moda mendapat tantangan yang cukup besar dari sisi konsumen yang menuntut adanya seamless service. Dengan kondisi transfer penalty yang masih sangat tinggi saat ini, maka konsep hub-and-spoke yang menjadi kepentingan penyedia infrastruktur transportasi menjadi tidak popular dibandingkan konsep point-to-point yang dipandang lebih handal.

2.6 Antisipasi Indonesia

Kerjasama regional seperti AFAMT (ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport)

melengkapi kerjasama perdagangan ASEAN lain yang bersifat lebih luas seperti AFAS membutuhkan persiapan yang matang dari pemerintah Indonesia. Kerjasama dalam lingkup intenasional yang dilaksanakan dalam kerangka konvensi PBB tahun 1980 UN Convention on International Multimodal Transport of Goods, merupakan tekanan eksternal dalam mengurangi hambatan tariff serta peningkatan kualitas pelayananan transportasi intermoda. Fokus kerjasama regional dan internasional tersebut difokuskan untuk beberapa, diantaranya adalah harmonisasi peraturan perundangan nasional, penetapan lokasi transshipment yang paling efisien, serta peningkatan daya saing global produk komoditi dunia. Namun demikian, tekanan internasional tentusaja diharapkan tidak merugikan kepentingan nasional khususnya operator transportasi multimoda nasional karena alasan-alasan berikut:

1. Indonesia adalah Negara kepulauan yang membutuhkan operator nasional yang sehat, handal dan mampu berkembang untuk menegakkan kedaulatan nasional

2. Transportasi bukan semata-mata se ktor penunjang tetapi keterlibatan swasta dalam penyediaan jasa transportasi membutuhkan kepastian nilai tambah bagi usaha swasta tersebut

Disamping itu, beberapa perkembangan dalam negeri juga memberikan andil terhadap kemampuan sistem logistik dan intermoda yang efisien, diantaranya adalah peraturan perundangan di bidang transportasi, aspek kelembagaan dalam segi koordinasi sektoral, verti kal maupun diagonal, ketersediaan sarana dan prasarana, SDM serta aspek penunjang yang memadai.

2.7 Hasil Survey JICA

JICA memperkirakan bahwa 14 dari 25 pelabuhan yang ada di Indonesia memerlukan perpanjangan atau tambahan. Studi tersebut juga mengindikasikan tiga pelabuhan yang memiliki kepadatan atau kemacetan yang parah, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Banjarmasin.

Pasar sebagai komponen penentu sistem transportasi intermoda Sistem Distribusi: Kasus Unilever Tbk.

PT. Unilever Indonesia, Tbk., yang beroperasi sejak tahun 1930 memiliki focus pada kebutuhan seharihari atau fast moving consumer goods. Dengan 30 brands dan 450 item produk yang bernilai diatas Rp 8 trilyun , perusahaan sangat mengandalkan kelancaran sistem distribusi barang. Perusahaan ini mengangkat manajer distribusi untu melakukan assessment mengenai sistem dan moda apa yang sesuai dengan kebutuhan dan kecepatan pengiriman komoditi ke distribitr dan retailer

Sebagai pemanfaat dalam sistem transportasi intermoda, konsumen produk maupun komoditi yang diangkut merupakan komponen yang menentukan desain sistem tersebut. Bagi perusahaan, komoditi yang diangkut dan didistribusikan secara efisien melalui jaringan wholesaler , distributor dan retailer, merupakan keharusan untuk memberikan produk yang memiliki daya saing di pasar. Dari perspektif produsen, masing-masing moda transportasi memiliki karakteristik tersendiri:

Udara à mahal, terpercaya, cepat - hanya cocok untuk produk dengan margin/nilai yang tinggi

Laut à murah, lambat, (untuk jarak jauh) - cocok buat komoditi yang banyak/volumenya besar seperti gas, batubara.

Darat à relatif murah - cocok untuk perusahaan dengan produk sehari hari dengan jarak dekat

Keunggulan komparatif masing-moda angkutan ini menjadi penting dalam kaitan dengan tuntutan korporasi yang pada prinsipnya adalah (1) Bisa dipercaya (barang diterima secara utuh dan dalam kondisi baik) , Cepat (prosedur & pelayanan), serta (3) Biaya efisien (seimbang antara kecepatan/lead time dan ongkos angkut).

2.8 Langkah ke depan: harapan bagi sistem transportasi intermoda yang lebih berdaya saing

Seminar telah memberikan berbagai pandangan baik pandangan yang bersifat makro maupun implementasi sistem transportasi intermoda bagi perusahaan swasta yang membutuhkan distribusi barang ke konsumen. Beberapa isu yang perlu direspons oleh regulator dan penyedia/operator transportasi intermoda yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Perlunya reformasi birokrasi sebagai dasar penciptaan transportasi intermoda yang efisien. Penyediaan transportasi intermoda mensyaratkan adanya integrasi kebijakan antar berbagai lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan delivery dari produk, informasi dan jasa biaya pengantaran. Tentu saja ini membutuhkan berbagai konsensus, tidak saja dari sisi kebijakan makro melainkan juga dari sisi penyediaan SDM yang mampu menginterpretasikan kebijakan tersebut dalam tugas sehari-hari. Salah satu kebijakan dalam mengantisipasi ini misalnya dengan pembentukan komite nasional pengembangan transportasi multimoda. Tanpa pemahaman ini, konsep seamless travel menjadi konsep yang tidak akan dapat terpenuhi.

2. Pengembangan sistem transportasi intermoda atau multimoda nasional diharapkan bisa segera terwujud meskipun perlu dilakukan assessment yang lebih rinci mengenai tingginya transshipment penalty yang memberikan disinsentif bagi sistem hub-and-spoke. Konsumen dan produsen saat ini membutuhkan sistem yang murah dan terjamin, baik mutu, waktu dan layanan. Bagi berbagai komoditas yang didistribusikan secara domestik dan internasional, operator multi moda (intermoda) nasional belum dapat memberikan layanan yang diharapkan. Pengembangan sistem ini diharapkan dapat memperkaya sistem transportasi nasional yang saat ini sedang dibahas untuk dapat diundangkan.

3. Dalam penetapan lokasi transshipment, pemerintah perlu mencari pendekatan alternatif seperti pendekatan tata ruang sehingga kepentingan daerah, nasional serta dunia usaha dapat dijembatani. Pendekatan tata ruang diharapkan akan memberikan pandangan yang lebih jernih mengenai disparitas infrastruktur yang saat ini sangat tinggi secara geografis.

4. Pembiayaan sistem transportasi intermoda membutuhkan pembiayaan kreatif sehingga berbagai inisiatif pengembangan transportasi intermoda dapat dilaksanakan. Diantara alternative yang memungkinkan adalah pembiayaan swasta melalui concession swap dan lain-lain. Meskipun demikian, pembiayaan swasta masih membutuhkan kebijakan pemerintah untuk melindungi investasi dan kepentingan investor. Konsep pembiayaan seperti ini disamping akan meningkatkan efisiensi dari pembiayaan sektor public juga akan mendorong terciptanya industri konstruksi yang lebih sehat.

ENJELASAN MENGENAI “PROGRAM PELATIHAN UNTUK PARA PEMIMPIN MUDA” - TA 2007

No.1 Pelayanan Kesehatan dan Medis (Pelayanan Kesehatan Masyarakat)
Tempat Pelatihan:
JICA Tokyo International Centre, Jepang

Tujuan :

  • Untuk mendapatkan gambaran yang luas mengenai keseluruhan kebijakan mengenai sistem pelayanan kesehatan masyarakat di Jepang.
  • Untuk mendapatkan masukan mengenai penerapan yang efektif dari berbagai kebijakan mengenai pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia.
  • Untuk saling bertukar informasi dan pendapat dengan kaum muda Jepang mengenai sistem pelayanan kesehatan dan medis di Indonesia.

Garis Besar Program :


  1. Topik pelatihan: garis besar kebijakan pemerintah daerah di Jepang mengenai pelayanan kesehatan dan medis
  2. Observasi: berbagai institusi pemerintah terkait, rumah sakit dan lembaga penelitian medis, serta lembaga pendidikan untuk melatih para personil yang terlibat dalam pelayanan medis

Latar Belakang Peserta :


Jumlah peserta : 18 (delapan belas) orang

Para peserta sebagian besar adalah orang yang bekerja di PUSKESMAS di tingkat kecamatan di Jawa Barat, Kalimatan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, dsb




No.2 Pemberdayaan Masyarakat (Industri Perikanan dan Pengolahan Produk Perikanan)
Tempat Pelatihan:
JICA Tokyo International Centre, Jepang

Tujuan :

  • Untuk mendapatkan gambaran yang luas mengenai industri perikanan dan pengolahan produk perikanan di Jepang.
  • Untuk memahami kondisi industri perikanan di Jepang melalui pertukaran informasi dan pendapat dengan kaum muda Jepang.

Garis Besar Program :


  1. Topik pelatihan: garis besar tentang perikanan di Jepang; tantangan dalam penelitian dan pengembangan perikanan di Propinsi Fukui
  2. Observasi : berbagai institusi pemerintahan yang terkait dengan industri perikanan di beberapa propinsi dan kota, seperti Propinsi Fukui, Kota Obama dan Tsuruga
  3. Diskusi dengan kaum muda Jepang yang bekerja di industri perikanan

Latar Belakang Peserta :


Jumlah peserta : 18 (delapan belas) orang

Para peserta berasal dari sektor industri perikanan, seperti para staf dinas perikanan di Bali, Jakarta, dan Sulawesi

Para staf dari lembaga penelitian di NTT dan Sulawesi juga ikut serta dalam program ini




No.3 PENDIDIKAN (Tingkat dasar dan Menengah)
Tempat Pelatihan:
JICA Osaka International Centre dan JICA Hyogo International Centre, Jepang

Tujuan :

  • Untuk menambah pengetahuan para peserta tentang sistem pendidikan di Jepang.
  • Untuk memperoleh pengetahuan yang dapat diterapkan di Indonesia dalam rangka meningkatkan sistem pendidikan dan mengatasi permasalahan di bidang tersebut.

Garis Besar Program :


  1. Topik pelatihan: keseluruhan kebijakan tentang sistem pendidikan di Jepang
  2. Observasi : SD dan SMP/SMA, sekolah keperawatan, museum, dan pelatihan guru
  3. Diskusi dengan para guru sekolah
  4. Bertukar pikiran dan ide dengan para guru Jepang

Latar Belakang Peserta :


Jumlah peserta : 18 (delapan belas) orang

Para peserta sebagian besar adalah guru SD dan SMP di Jawa Tengah, Sulawesi, dan Sumatra




No.4 ADMINISTRASI DAERAH
Tempat Pelatihan:
JICA Kyushu International Centre, Jepang

Tujuan :

  • Untuk mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana administrasi seharusnya mendukung kegiatan masyarakat dalam bentuk berbagai pelayanan.
  • Untuk mendapatkan kesadaran mengenai hubungan antara pegawai pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Garis Besar Program :


  1. Topik pelatihan: hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Jepang; Struktur Sistem Administrasi Daerah Jepang dan Sejarah Kota Kitakyushu, teori dan konsep mengenai masa kini - masa depan pemerintah daerah, kebijakan masyarakat, pelayanan bagi penduduk
  2. Observasi: fasilitas yang dikembangkan oleh unit admistratif Kota Kitakyushu dan kunjungan ke pemerintah daerah setempat dan observasi fasilitas administratif

Latar Belakang Peserta :


Jumlah peserta : 18 (delapan belas) orang

Program ini diikuti oleh peserta yang bekerja di kantor pemerintah daerah di Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Bengkulu, dan daerah lain di Indonesia

Pedoman Pertimbangan Lingkungan dan Sosial Japan International Cooperation Agency

April 2004

Japan International Cooperation Agency

JICA

I. Prinsip Dasar

1.1 Kebijakan Dasar

Anggaran Dasar Official Development Assistance (ODA) atau Bantuan Pembangunan Resmi Pemerintah Jepang menyebutkan bahwa dalam memformulasikan dan menjalankan kebijakan bantuan, Jepang akan melakukan berbagai upaya yang diperlukan ntuk menjamin adanya keadilan. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan perhatian terhadap kondisi sosial yang rentan dan terhadap perbedaan antara yang kaya dan miskin maupun kesenjangan antar wilayah di negara-negara berkembang. Selain itu, perhatian yang sangat besar juga akan diberikan terhadap berbagai faktor dimana salah satunya adalah dampak lingkungan dan sosial di negara-negara berkembang pada saat pelaksanaan program ODA.

JICA, yang memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan kerjasama teknik ODA, memainkan peranan utama dalam mendukung ”pembangunan yang berkelanjutan” di negara-negara berkembang. Masuknya biaya lingkungan dan sosial kedalam anggaran pembangunan serta perhitungan aspek-aspek sosial dan kelembagaan yang mungkin dapat dinilai dalam konteks biaya lingkungan dan sosial merupakan faktor yang mutlak dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu penyesuaian kerangka operasional dalam konteks kelembagaan internal merupakan persyaratan yang harus dipenuhi terkait dengan upaya ”pertimbangan lingkungan dan sosial” dan diharapkan JICA dapat memberikan pertimbangan yang sesuai dengan faktor-faktor lingkungan hidup dan sosial. Pengambilan keputusan yang demokratis adalah mutlak dalam pertimbangan lingkungan dan sosial, adapun untuk mencapai proses pengambilan keputusan yang tepat, hal yang perlu diperhatikan adalah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) serta memastikan adanya keikutsertaan pihak terkait (stakeholders), keterbukaan informasi, akuntabilitas dan efisiensi. Oleh sebab itu, dengan menjunjung tinggi HAM dan sejalan dengan prinsip pemerintahan yang demokratis, langkah-langkah pertimbangan lingkungan dan sosial harus dijalankan dengan memastikan adanya ruang gerak yang cukup luas dan keikutsertaan yang berarti dari berbagai pihak yang terkait, melakukan upaya keterbukaan dalam pengambilan keputusan serta upaya keterbukaan informasi serta kepastian akan adanya efisiensi. Pada akhirnya,

pemerintah harus memikul tanggung jawab terkait dengan aspek akuntabilitas dan pada saat yang sama, para pihak terkait juga bertanggung jawab atas pendapat yang mereka sampaikan. Atas dasar pemikiran tersebut diatas, JICA merasa perlu untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial untuk pelaksanaan proyek kerjasamanya.

1.2 Tujuan

Pedoman ini disusun dengan maksud supaya pemerintah negara penerima bantuan dapat mempromosikan faktor pertimbangan lingkungan hidup dan sosial yang tepat dalam melaksanakan program kerjasama, dan supaya JICA dapat memberikan dukungan dalam proses tersebut untuk menjamin dipenuhinya ketentuan pertimbangan lingkungan hidup dan sosial secara tepat.

1.3 Definisi

1. ”Pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah pertimbangan terhadap dampak yang mungkin terjadi akibat adanya kegiatan kerjasama dimana mencakup dampak lingkungan termasuk udara, air, tanah, ekosistem, fauna dan flora serta dampak sosial termasuk upaya pemukiman kembali serta menjunjung tinggi HAM atas masyarakat adat / suku terasing dan sebagainya.

2. ”Proyek kerjasama” maksudnya adalah studi yang dilakukan oleh JICA termasuk studi pembangunan (DS), studi persiapan untuk proyek bantuah hibah (GA) atau proyek kerjasama teknik (TCP).

3. ”Proyek” adalah kegiatan atau proyek yang dilakukan oleh negara penerima bantuan dimana kegiatan atau proyek tersebut mendapat dukungan JICA.

4. ”Studi pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah studi yang mencakup survei dasar, perkiraan dan evaluasi dampak yang akan atau yang mungkin timbul terhadap lingkungan hidup dan masyarakat setempat dan perencanaan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi dampak tersebut.

5. ”Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL)” adalah evaluasi dampak lingkungan dan social yang mungkin ditimbulkan oleh proyek, dengan melakukan analisa mengenai rencana alternatif dan penyusunan langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi timbulnya dampak serta rencana pemantauan sesuai dengan perundang-undangan atau pedoman yang dimiliki oleh pemerintah negara penerima bantuan.

6. ”Pengkajian Lingkungan Strategis (PLS)” adalah pengkajian lingkungan yang dilakukan pada tahap proses penyusunan kebijakan dan perencanaan program, dan bukan merupakan kajian dampak lingkungan di tingkat pelaksanaan proyek.

7. ”Dukungan untuk pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah bantuan yang ditawarkan oleh JICA untuk pemerintah negara penerima bantuan dalam melakukan berbagai studi pertimbangan lingkungan dan sosial, menganalisa langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang ada, mengumpulkan informasi dan pengalaman, membangun SDM, dan sebagainya.

8. ”Konfirmasi pertimbangan lingkungan dan sosial” adalah memastikan apakah pertimbangan yang tepat terhadap lingkungan dan sosial untuk pelaksanaan suatu proyek telah dilakukan. Keputusan tersebut dibuat melalui suatu proses pembahasan yang dilakukan bersama pemerintah negara penerima bantuan dengan melakukan survey lapangan untuk memastikan ruang lingkup proyek, lokasi proyek, dampak yang mungkin timbul pada lingkungan hidup dan masyarakat, serta masalah yang terkait dengan aspek hukum yang berhubungan dengan pertimbangan lingkungan dan sosial, serta memastikan kondisi kapasitas pihak institusi pelaksana termasuk faktor anggaran, organisasi, personil dan pengalaman serta mempelajari mekanisme dan prosedur operasional yang terkait dengan aspek keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat.

9. ”Penyaringan (Screening)” adalah menilai perlu tidaknya dilakukan studi pertimbangan terhadap suatu proyek berdasarkan karakteristik kegiatannya dan lokasinya. JICA melakukan screening dengan mengklasifikasikan proyek tersebut ke dalam tiga kategori, yaitu A, B, dan C. Proyek tersebut diklasifikasikan sebagai kategori A bila berkemungkinan memiliki dampak yang besar, kategori B bila dampaknya lebih kecil dibanding A, dan kategori C bila dampaknya sangat kecil atau hampir tidak ada dampak.

10.”Pengelompokan sesuai bidang acuan (Scoping)” adalah memutuskan beberapa alternative sesuai bidang acuan untuk dianalisa, ruang lingkup pokok-pokok penilaian yang penting atau dianggap penting serta metode studi.

11.”Pihak terkait setempat” adalah individu, kelompok (termasuk seluruh penduduk yang ada) beserta LSM yang beraktifitas disekitar lokasi proyek yang terkena dampak kegiatan proyek tersebut. Pengertian ”pihak terkait” adalah termasuk individu atau kelompok yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan rencana dan kegiatan proyek kerjasama.

12. ”Dewan Penasihat Peninjauan Pertimbangan Lingkungan dan Sosial” adalah dewan yang bertugas memberikan arahan mengenai dukungan dan melakukan konfirmasi pertimbangan lingkungan dan sosial yang terkait dengan proyek kerjasama.

13. ”Perjanjian Internasional” adalah perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Jepang dengan pemerintah negara penerima bantuan setelah Departemen Luar Negeri Jepang menyetujui pelaksanaan suatu proyek kerjasama.

14. ”Kegiatan tindak lanjut” adalah kegiatan lanjutan yang dilakukan untuk memastikan bahwa pemerintah negara penerima bantuan merefleksikan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial dalam proses pengambilan keputusan untuk pelaksanaan proyek yang bersangkutan.

15.”Kerangka Acuan (Terms of Reference = TOR)” adalah hal-hal yang memuat ketentuan pokok yang diperlukan dari aspek administrasi, prosedur dan teknis.

16. ”Scope of Work (S/W)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka pelaksanaan skema kerjasama Studi Pembangunan (DS) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat ruang lingkup studi, penjelasan umum mengenai proyek, jadwal pelaksanaan studi serta berbagai persiapan untu proyek yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak.

17. ”Record of Discussion (R/D)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka skema Proyek Kerjasama Teknik (TCP) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat tujuan, deskripsi kegiatan, jadwal proyek dan hal-hal yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak.

12. ”Dewan Penasihat Peninjauan Pertimbangan Lingkungan dan Sosial” adalah dewan yang bertugas memberikan arahan mengenai dukungan dan melakukan konfirmasi pertimbangan lingkungan dan sosial yang terkait dengan proyek kerjasama.

13. ”Perjanjian Internasional” adalah perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Jepang dengan pemerintah negara penerima bantuan setelah Departemen Luar Negeri Jepang menyetujui pelaksanaan suatu proyek kerjasama.

14. ”Kegiatan tindak lanjut” adalah kegiatan lanjutan yang dilakukan untuk memastikan bahwa pemerintah negara penerima bantuan merefleksikan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial dalam proses pengambilan keputusan untuk pelaksanaan proyek yang bersangkutan.

15. ”Kerangka Acuan (Terms of Reference = TOR)” adalah hal-hal yang memuat ketentuan pokok yang diperlukan dari aspek administrasi, prosedur dan teknis.

16. ”Scope of Work (S/W)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka pelaksanaan skema kerjasama Studi Pembangunan (DS) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat ruang lingkup studi, penjelasan umum mengenai proyek, jadwal pelaksanaan studi serta berbagai persiapan untu proyek yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak.

17. ”Record of Discussion (R/D)” adalah dokumen kesepakatan dalam rangka skema Proyek Kerjasama Teknik (TCP) yang dibuat bersama oleh JICA dan institusi pelaksana di negara penerima bantuan dimana memuat tujuan, deskripsi kegiatan, jadwal proyek dan hal-hal yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak.

18. ”Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL)” adalah suatu kajian mencakup analisis rencana alternatif, prediksi dan evaluasi terhadap dampak lingkungan, penyusunan langkah-langkah mitigasi, rencana pemantauan berdasarkan survei lapangan yang terperinci.

19. ”Pengkajian Lingkungan Awal (PLA)” adalah suatu kajian mencakup analisis rencana alternatif, prediksi dan evaluasi terhadap dampak lingkungan, penyusunan langkah-langkah mitigasi, rencana pemantauan, berdasarkan data skunder yang ada serta survei lapangan secara umum.

20. ”Studi Rancangan Terperinci (D/D) yang dikoordinasikan dengan JBIC” adalah suatu studi rancangan terperinci untuk proyek pinjaman yen di mana JICA bekerjasama dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC).

21. ”Studi rancangan dasar” adalah suatu studi untuk menyusun rencana dasar, desain dasar, perkiraan biaya dan rencana operasional yang terkait dengan proyek bantuan hibah.

1.4 Prinsip Dasar Pertimbangan Lingkungan dan Sosial

JICA mendukung pemerintah negara penerima bantuan dengan memberikan pertimbangan lingkungan dan sosial yang tepat terhadap proyek-proyek kerjasamanya guna menghindari atau meminimalkan dampak yang tidak diinginkan akibat pelaksanaan proyek tersebut terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Melalui upaya tersebut, secara tidak langsung JICA mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan di negara-negara berkembang. Secara jelas JICA membuat suatu ketentuan bahwa pemerintah negara penerima bantuan seyogyanya dapat memenuhi dan mempunyai sudut pandang yang sama dalam hal pertimbangan lingkungan dan sosial yang dimuat dalam pedoman ini, dan JICA bersedia untuk memberikan dukungannya untuk memfasilitasi tercapainya berbagai ketentuan yang ada dalam pedoman ini dalam pelaksanaan proyek-proyek kerjasamanya. Untuk itu JICA akan melakukan pengkajian terhadap hal-hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah negara penerima bantuan terkait dengan berbagai ketentuan yang ada dan membuat keputusan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial berdasarkan hasil penelaahan tersebut. Sebagai bagian dalam proses seleksi usulan proyek kerjasama, JICA berhak untuk menyampaikan rekomendasi dari sudut pandang pertimbangan lingkungan dan sosial kepada Departemen Luar Negeri Jepang, sehingga diharapkan Pemerintah Jepang dapat membuat suatu keputusan yang tepat dalam proses seleksi usulan proyek tersebut.

Dalam proses pertimbangan ini, JICA mengacu kepada 7 prinsip di bawah ini:

1. Cakupan penelaahan dampak dalam ruang lingkup yang luas JICA melakukan pengkajian dampak lingkungan dan sosial dalam suatu ruang lingkup yang luas terkait dengan pokok-pokok pertimbangan lingkungan dan sosial.

2. Pelaksanaan pertimbangan lingkungan dan sosial sejak tahap awal Pada saat melaksanakan kegiatan studi pembangunan seperti Studi Rencana Induk, JICA memperkenalkan konsep Pengkajian Lingkungan Strategis (PLS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA) dan bekerjasama dengan pemerintah Negara penerima bantuan untuk memberikan perhatian yang besar terhadap pentingnya faktor-faktor lingkungan dan sosial sejak tahap awal kegiatan. Pada saat melaksanakan kegiatan studi pembangunan seperti Studi Rencana Induk, JICA memperkenalkan konsep Pengkajian Lingkungan Strategis (PLS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA) dan bekerjasama dengan pemerintah Negara penerima bantuan untuk memberikan perhatian yang besar terhadap pentingnya faktor-faktor lingkungan dan sosial sejak tahap awal kegiatan.

3. Melakukan kegiatan tindak lanjut setelah proyek kerjasama selesai JICA meminta komitmen pemerintah negara penerima bantuan untuk benar-benar melaksanakan pertimbangan lingkungan dan sosial dalam pelaksanaan proyek setelah berakhirnya proyek kerjasama tersebut untuk suatu periode tertentu, bila diperlukan. Selain itu, apabila diperlukan JICA bersedia memberikan dukungannya untuk proyek kerjasama terkait lainnya.

4. Akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek JICA memberikan perhatian yang besar terhadap akuntabilitas dan keterbukaan (transparansi) dalam pelaksanaan proyek.

5. Perlunya Partisipasi Pihak Terkait JICA perlu memperhatikan dan menampung pendapat pihak terkait di dalam proses pembuatan keputusan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial, untuk itu JICA perlu memastikan adanya partisipasi penuh dari pihak terkait untuk mencapai kesepakatan guna mempertimbangkan faktor ingkungan hidup dan sosial. Pihak terkait yang berpartisipasi diharapkan dapat memberikan pertanyaan yang dapat dipertanggungjawabkan.

6. Keterbukaan informasi JICA berupaya untuk membuka informasi bagi publik berkenaan dengan pertimbangan lingkungan dan sosial melalui kerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan guna memastikan akuntabilitas dan meningkatkan partisipasi dari berbagai pihak terkait.

7. Penguatan kapasitas kelembagaan JICA berusaha memperkuat kapasitas kelembagaan dan operasional pelaksanaan proyek dengan selalu mempertimbangkan faktor lingkungan hidup dan sosial secara tepat dan efektif.

1.5 Tanggung Jawab JICA

1. Pemerintah negara penerima bantuan adalah pihak yang seharusnya melakukan proses pertimbangkan lingkungan hidup dan sosial dari kegiatan proyeknya. Sementara JICA hanya sebatas memberikan dukungan dan memastikan pertimbangan lingkungan dan sosial tersebut dilaksanakan oleh pemerintah negara penerima bantuan terkait sesuai dengan karakteristik proyek kerjasama dan pedoman yang ada.

2. Ketika usulan proyek kerjasama diajukan oleh pihak pemerintah suatu negara, JICA memandang perlu untuk memeriksa usulan tersebut khususnya yang berhubungan dengan pertimbangan lingkungan dan sosial, untuk kemudian mengkategorikan proyek tersebut berdasarkan perkiraan dampak yang ada.

3. Ketika menyusun rencana konkrit untuk pelaksanaan proyek-proyek kerjasamanya, JICA membuat laporan mengenai studi pertimbangan lingkungan dan sosial bekerjasama dengan pemerintah yang bersangkutan selaku pihak penyelenggara. Setelah itu JICA melakukan peninjauan kembali terhadap kategorisasi yang telah dilakukan bila diperlukan dan kemudian melakukan “pengelompokkan (scoping)” melalui proses informasi yang terbuka dan konsultasi dengan pihak terkait.

4. JICA menyelenggarakan pemantauan selama tahap pelaksanaan proyek kerjasama teknis yang memerlukan pertimbangan faktor lingkungan hidup dan sosial.

5. JICA menjalankan kegiatan tindak lanjut bilamana diperlukan setelah berakhirnya proyek kerjasama.

6. JICA menyediakan bantuan teknis kepada pemerintah negara penyelenggara melalui kerjasama yang saling menguntungkan untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial.

7. JICA menyediakan bantuan teknis dalam rangka penguatan Pengkajian Dampak Lingkungan di negara penerima bantuan sesuai dengan permintaan.

8. JICA berupaya untuk memasukkan konsep Pengkajian Lingkungan Strategis / PLS (SEA) kedalam proyek kerjasamanya sejak tahap perencanaan program atau pada saat melakukan studi yang komprehensif seperti Studi Rencana Induk sehingga pertimbangan tersebut bukan dimulai sejak tahap pelaksanaan proyek yang bersangkutan. Bersamaan dengan itu, JICA meminta kepada pemerintah negara penerima bantuan untuk mengambil langkah-langkah pertimbangan lingkungan dan sosial dalam ruang lingkup luas dari tahap awal tersebut.

9. JICA menjaga akuntabilitas dan keterbukaan (transparansi) ketika memberikan bantuan dan melakukan pemeriksaan terhadap pertimbangan lingkungan dan sosial.

10. Tenaga Ahli yang dikirim oleh JICA akan memberikan bantuan dan arahannya kepada pemerintah negara penerima bantuan dengan merujuk kepada ketentuan yang telah ditetapkan didalam pedoman ini dan sesuai dengan lingkup tugas yang diberikan kepada tenaga ahli tersebut.

1.6 Ketentuan bagi Pemerintah Negara Penerima Bantuan

1. Pemerintah negara penerima bantuan diminta untuk memasukkan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial ke dalam proses penyusunan rencana proyek dan mempertimbangkannya dalam proses pembuatan keputusannya.

2. Ketika JICA memberikan dukungan dan melakukan pemeriksaan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial dalam rangka proses seleksi usulan proyek, JICA akan memeriksa apakah pemerintah negara penerima bantuan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dijelaskan secara rinci dalam Apendiks 1.

3. Berbagai dokumen disiapkan selama proses PDL dan laporan (selanjutnya disebut ”dokumen PDL”) harus ditulis dalam bahasa resmi (bahasa nasional) atau bahasa lainnya (bahasa daerah) yang umum dipakai oleh masyarakat terkait di negara penerima bantuan. Selanjutnya, untuk memberikan kejelasan, dokumen tersebut harus ditulis dalam susunan bahasa dan bentuk laporan yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat setempat.

4. Dokumen PDL harus terbuka untuk pihak terkait setempat termasuk untuk masyarakat setempat. Sebagai tambahan, dokumen PDL harus tersedia bagi publik dimana pada prinsipnya dapat dibaca oleh masyarakat setiap saat dan publik diijinkan untuk membuat salinan yang diperlukan bagi pihak terkait.

1.7 Ruang Lingkup Skema Proyek Kerjasama

Pedoman ini mencakup tiga skema kerjasama yang dilaksanakan oleh JICA, yaitu studi pembangunan (DS), studi persiapan untuk proyek bantuan hibah (B/D untuk GA), dan proyek kerjasama teknik (TCP). Apabila JICA menjalankan studi di luar ketiga skema tadi, JICA akan menghormati dan mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam pedoman ini dan disesuaikan dengan tujuan proyek yang bersangkutan.

1.8 Langkah-langkah dalam Kondisi Darurat

Suatu kondisi darurat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana suatu kegiatan penanganan atau bantuan kerjasama perlu dilakukan sesegera mungkin – contohnya kegiatan bantuan rehabilitasi pada saat terjadinya bencana alam atau konflik – dimana secara jelas dihadapkan pada suatu keadaan dimana tidak ada waktu yang cukup untuk mengikuti prosedur pertimbangan lingkungan dan sosial yang ditetapkan dalam pedoman ini. Dalam kasus kondisi darurat tersebut, JICA dipandang perlu untuk melakukan konsultasi dengan dewan pearahan pertimbangan lingkungan dan sosial mengenai peninjauan kategori, penentuan tingkat kedaruratanya dan prosedur yang harus dijalankan pada tahap awal. Selanjutnya JICA mempublikasikan hasil peninjauan dewan pearahan tersebut dan hasil proyek kerjasama yang telah dilakukan setelah berakhirnya kegiatan proyek yang terkait dengan kondisi darurat tersebut.

1.9 Penyebarluasan

Untuk menyebarluaskan pemahaman tentang pertimbangan lingkungan dan sosial, secara rinci dokumen pedoman ini telah dimasukkan ke dalam website JICA. Selain itu, JICA berusaha untuk memberikan penjelasan mengenai pedoman ini secara langsung kepada pihak negara penerima bantuan, termasuk kepada departemen dan institusi yang bersangkutan, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap pedoman ini.

II. Proses Pertimbangan Lingkungan dan Sosial

2.1 Keterbukaan Informasi

1. Pada prinsipnya, pemerintah negara penerima bantuan yang seharusnya mempunyai peranan utama dalam mempublikasikan informasi mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial. Sementara peranan JICA hanya memberikan bantuan kepada pemerintah negara penerima bantuan melalui pelaksanaan proyek kerjasama.

2. Disisi lain, JICA pun mempublikasikan informasi penting mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial untuk beberapa tahapan pokok dari proyek kerjasama dengan cara yang sesuai dengan pedoman ini.

3. JICA mendiskusikan kerangka kerja untuk memastikan keterbukaan informasi dengan pemerintah negara penerima bantuan dan melakukan kesepakatan terkait dengan mekanisme tersebut pada saat tahap awal proyek kerjasama.

4. Informasi yang dibuka untuk publik termasuk informasi mengenai proyek itu sendiri.

5. Selain informasi yang dipublikasikan berdasarkan keputusan JICA tersebut, apabila diperlukan JICA dapat menyediakan informasi pertimbangan lingkungan dan social kepada pihak ketiga untuk mendapatkan pengarahannya sesuai ruang lingkup tertentu.

6. JICA mendorong pemerintah negara penerima bantuan untuk dapat membuka dan menyediakan informasi mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial kepada pihak terkait setempat.

7. Sebelum mengadakan pertemuan dengan pihak terkait setempat, JICA melalui kerjasama dengan pihak penyelenggara dari pemerintah negara penerima bantuan sebelumnya akan memberikan informasi yang diperlukan terlebih dahulu sehingga para pihak terkait tersebut dapat memiliki waktu untuk mempelajarinya sebelum diadakan diskusi.

8. JICA mempublikasikan berbagai informasi terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial didalam website dalam bahasa Inggris dan bahasa Jepang, dan menyediakan laporan terkait di berbagai perpustakaannya baik di Jepang maupun di kantor perwakilannya di luar negeri sehingga dapat dibaca dan diketahui oleh masyarakat umum.

9. JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan mempersiapkan dokumen dengan bahasa resmi (nasional) atau bahasa daerah lainnya sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat setempat, dan pada saat yang sama dokumen tersebut akan dimasukkan kedalam website untuk menjamin adanya keterbukaan informasi.

2.2 Konsultasi dengan Pihak terkait di tingkat Lokal

1. Pada prinsipnya, pemerintah negara penerima bantuan yang memiliki peranan utama dalam melakukan konsultasi dengan pihak terkait setempat sesuai ruang lingkup dan kebutuhannya, dalam rangka membangun konsensus diantara pihak terkait tersebut dalam mempertimbangkan faktor lingkungan hidup dan sosial. Sementara JICA hanya berperan dalam membantu pemerintah negara penerima bantuan melalui pelaksanaan proyek kerjasama.

2. JICA bersama dengan pemerintah negara penerima bantuan sejak tahap awal melakukan diskusi untuk mencapai konsensus dengan pihak terkait setempat sesuai dengan kerangka pelaksanaan kegiatan proyek kerjasama.

3. Guna menghasilkan pertemuan yang berarti, JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan, sebelumnya menyampaikan rencana rinci terkait dengan agenda petemuan khususnya kepada masyarakat yang secara langsung terkena dampak pelaksanaan proyek tersebut.

4. Untuk kasus proyek dengan kategori A, sejak tahapan awal JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan melakukan konsultasi dengan pihak terkait setempat tentang pemahaman terhadap pentingnya kebutuhan pembangunan, dampak yang kemungkinan timbul pada lingkungan hidup dan sosial karena kebutuhan tersebut serta menganalisa berbagai alternatif upaya pencegahan. JICA akan melakukan paling tidak beberapa kali diskusi dalam setiap tahap ”scoping (pengelompokkan)”, mempersiapkan kerangka utama untuk menyusun langkah-langkah yang terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial sebagai masukan dalam penyusunan rancangan laporan akhir.

5. Dalam kasus proyek dengan kategori B, apabila diperlukan JICA dapat bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan untuk melakukan konsultasi dengan pihak terkait.

6. JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan menyusun catatan pertemuan setiap dilakukannya konsultasi dengan pihak terkait setempat.

2.3 Pengkajian Dampak

1. Dampak yang perlu dikaji sehubungan dengan pertimbangan lingkungan dan social termasuk dampak yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan manusia serta lingkungan alam. Dampak terhadap lingkungan alam termasuk dampak-dampak lintas nasional atau berskala global melalui perantara udara, air, tanah, limbah, kecelakaan, penggunaan air, perubahan iklim, ekosistem dan biota. Dampak yang dikaji termasuk dampak sosial, seperti penanganan pemukiman kembali (involuntary resettlement), kondisi ekonomi setempat seperti kesempatan kerja dan tingkat kehidupan, penggunaan tanah dan sumber daya wilayah setempat, institusi sosial seperti infrastruktur sosial dan institusi pengambilan keputusan di wilayah setempat, infrastruktur sosial yang ada dan pelayanan sosial, kelompok sosial yang rentan seperti lapisan masyarakat miskin dan komunitas adat terpencil, keadilan dalam keuntungan dan kerugian serta keadilan dalam proses pembangunan, gender, hak azasi anak-anak, cagar budaya, konflik kepentingan di wilayah setempat, dan penyakit menular seperti HIV/AIDS, dll.

2. Selain mengkaji dampak langsung dan segera ditimbulkan dari suatu proyek, beberapa dampak yang bersifat derivatif, sekunder dan kumulatif juga dikaji dan dinilai terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial secara rasional dan dalam ruang lingkup yang memungkinkan. Dampak yang mungkin terjadi pada saat berlangsungnya siklus periode pelaksanaan proyek juga dipertimbangkan.

3. Berbagai informasi yang terkait sangat dibutuhkan untuk menilai dampak terhadap lingkungan hidup dan masyarakat setempat. Namun demikian, karena kurangnya pemahaman terhadap mekanisme dampak dan informasi yang dapat digunakan masih terbatas, terkadang menimbulkan ketidakpastian dalam memperkirakan suatu dampak. Oleh sebab itu, apabila tingkat ketidakpastian diperkirakan cukup signifikan, JICA akan mempersiapkan pertimbangan lingkungan dan sosial termasuk menyusun langkah-langkah dan alternatif pencegahan sebanyak mungkin.

2.4 Dewan Penasihat Peninjauan Pertimbangan Lingkungan dan Sosial

1. Guna mendapatkan masukan dan arahan sehubungan dengan dukungan dan pemeriksaan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial dalam proses pelaksanaan proyek kerjasama, JICA membentuk dewan penasihat selaku pihak ketiga, yang terdiri dari para ahli yang berasal dari berbagai institusi di luar JICA yang memiliki keahlian yang dibutuhkan.

2. Dewan penasihat sangat berperan dalam proses pertimbangan untuk proyek-proyek dengan kategori A dan B mulai dari tahap penilaian usulan sampai tahap akhir dan memberikan pengarahan dan petunjuk mengenai ketepatan dukungan yang perlu diberikan oleh JICA sebagai tanggapan terhadap usulan untuk mendapatkan arahan yang ditujukan oleh pihak JICA. Dewan tersebut juga memberikan pengarahan untuk setiap proyek kerjasama. Bila diperlukan, beberapa anggota yang bersifat ad-hoc terkadang diminta untuk berpartisipasi dalam dewan tersebut, sesuai dengan karakter dan sifat khusus dari proyek yang bersangkutan.

3. Diskusi yang dilakukan oleh dewan pearahan tersebut bersifat terbuka untuk umum. Notulensi pertemuannya disusun dengan memuat nama pembicara sesuai urutan dari sesi-sesi pertemuan yang dilakukan dan dokumen tersebut kemudian dipublikasikan sehingga dapat diakses oleh masyarakat secara umum.

4. Apabila ada suatu komite yang dibentuk untuk memberikan pengarahan teknis khusus untuk suatu proyek kerjasama, komite tersebut harus mendapatkan petunjuk dan arahan dari dewan pearahan dalam konteks pertimbangan lingkungan dan sosial.

2.5 Kategorisasi

1. JICA mengklasifikasikan proyek ke dalam tiga kategori sesuai besarnya dampak pada lingkungan hidup dan sosial. Untuk membuat klasifikasi ini, JICA mengacu pada garis besar dan tujuan proyek, skala proyek, kondisi wilayah dan skema Pengkajian Dampak Lingkungan di negara yang bersangkutan.

2. Kategori A: Proyek diklasifikasi sebagai kategori A bila diperkirakan memiliki dampak lingkungan dan sosial yang besar. Proyek yang berdampak rumit atau sulit diprediksi dampaknya karena tidak ada contoh sebelumnya, atau yang ruang lingkup dampaknya luas atau dampak yang bersifat tidak dapat dipulihkan ke kondisi asalnya pun diklasifikasikan ke dalam kategori A. Suatu proyek juga diklasifikasikan sebagai kategori A bila memerlukan Pengkajian Dampak Lingkungan yang terperinci sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan lingkungan hidup dan standar pemerintah negara penerima bantuan. Proyek dengan Kategori A, pada prinsipnya, termasuk proyek-proyek yang terkait dengan sektor-sektor yang sensitif menimbulkan dampak (contohnya sektor yang mempunyai karakteristik yang dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan) dan proyek yang lokasinya didekat daerah-daerah yang cukup sensitif dalam menimbulkan dampak. Daftar ilustrasi sektor, karakteristik dan daerah yang senstif dalam menimbulkan dampak lingkungan secara rinci dapat dilihat dalam Appendiks 2.

3. Kategori B: Proyek diklasifikasikan sebagai kategori B bila dampak lingkungan dan sosialnya lebih kecil dibandingkan dengan kategori A. Pada umumnya, dampak yang muncul hanya terlokalisasi pada wilayah proyek tersebut, sedikit yang dampaknya bersifat tidak dapat dipulihkan ke kondisi asalnya, dan dapat ditanggulangi dengan cara mitigasi yang umum digunakan.

4. Kategori C: Proyek diklasifikasikan sebagai kategori C bila dampaknya pada lingkungan hidup dan masyarakat diperkirakan minimal atau sangat kecil.

5. JICA secara fleksibel akan meninjau kembali kategorisasi suatu proyek walaupun setelah dilakukan proses ”screening (penyaringan)” , untuk menentukan apakah suatu dampak baru yang cukup signifikan timbul seiring dengan hasil dari proses pelaksanaan proyek kerjasama tersebut.

6. Ada pula kondisi beberapa proyek dimana pada tahap awal kegiatannya belum secara jelas teridentifikasi contohnya seperti proyek studi rencana induk (master plan). Untuk kasus-kasus seperti ini, tetap saja proyek tersebut harus dikategorikan berdasarkan perkiraan dampak yang signifikan yang dapat ditimbulkannya. Pada saat itu, akan dipertimbangkan dampak derivatif, sekunder dan kumulatif. Ketika menimbang berbagai alternatif, proyek diklasifikasikan ke dalam kategori yang alternatifnya memiliki dampak paling besar di antaranya. JICA akan meninjau kembali kategorisasi tersebut setelah proyek tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih jelas sejalan dengan proses perkembangan pelaksanaan proyek tersebut.

7. JICA mensyaratkan pemerintah negara penerima bantuan untuk mengisi formulir screening (penyaringan) pada saat menyampaikan usulan proyek kerjasama (contoh formulir isian dapat dilihat pada Appendiks 3). Informasi yang tercantum dalam formulir ini akan dijadikan sebagai acuan dalam proses penentuan kategorisasi proyek tersebut.

2.6 Peraturan Perundang-undangan dan Standar Acuan

1. Pada prinsipnya, JICA harus memastikan apakah proyek kerjasama yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan pertimbangan lingkungan dan sosial melalui cara-cara yang selanjutnya dijelaskan di bawah ini.

2. JICA akan memastikan apakah proyek tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan atau standar yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan masyarakat setempat yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah setempat di negara yang bersangkutan, serta apakah proyek tersebut sesuai dengan kebijakan dan rencana pembangunan pemerintah negara yang terkait.

3. JICA akan mengacu kepada standar, perjanjian dan deklarasi secara internasional serta praktek dan pengalaman yang dimiliki oleh Jepang, maupun organisasi regional dan internasional serta negara-negara maju lainnya. Apabila ditemukan peraturan dan perundang-undangan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial di negara penerima bantuan yang substansinya lebih lemah dibandingkan dengan standar internasional tersebut, JICA akan mendorong pemerintah negara penerima bantuan, termasuk pemerintah daerahnya, untuk mengupayakan pertimbangan yang lebih tepat melalui serangkaian dialog, serta mengkonfirmasikan latar belakang dan alasannya.

4. JICA harus memberikan perhatian dan penekanan akan pentingnya praktek-praktek tata pemerintahan yang baik (good governance) di lingkungan organisasi yang terkait dengan pelaksanaan suatu proyek sehingga langkah-langkah yang tepat untuk pertimbangan lingkungan dan sosial dapat diterapkan.

5. JICA mempublikasikan dan menyediakan informasi berkaitan dengan peraturan dan perundang-undangan yang dimiliki baik oleh pemerintah negara penerima bantuan maupun pemerintah Jepang.

2.7 Pertimbangan terhadap Lingkungan Sosial dan HAM

1. Faktor-faktor lingkungan dan sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kelembagaan di negara yang bersangkutan, serta kondisi yang langsung terkait dengan keberadaan lokasi proyek tersebut. Oleh sebab itu, JICA sepenuhnya harus memperhitungkan hal ini ketika mendukung dan mengkaji kondisi lingkungan hidup dan sosial. Pertimbangan khusus perlu diberikan terutama untuk proyek-proyek kerjasama di berbagai negara dan daerah yang terkena pengaruh langsung, memberlakukan adanya pembatasan akibat adanya suatu konflik, atau adanya ketidakbebasan masyarakat dalam memberikan pernyataan sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan berbagai proses dalam menyediakan dan membuka informasi kepada publik, dan melakukan konsultasi dengan pihak terkait setempat walaupun telah memperoleh persetujuan dari pemerintah negara penerima bantuan.

2. Dalam rangka menjalankan proyek kerjasamanya, JICA sangat menjunjung tinggi prinsip HAM yang ditetapkan oleh masyarakat internasional seperti yang dimuat dalam Konvensi Internasional HAM dan memberikan perhatian khusus untuk HAM yang terkait dengan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk wanita, komunitas adat terpencil, penyandang cacat, dan minoritas. Dengan mempublikasikan informasi mengenai proyek-proyek kerjasamanya, JICA akan mendapatkan kemudahan dalam mengumpulkan berbagai laporan dan informasi mengenai HAM yang dikeluarkan oleh berbagai Negara dan institusi sehingga JICA dpata memahami situasi HAM di wilayah setempat. Melalui upaya ini, situasi HAM yang bersifat lokal dapat diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial.

2.8 Proses Pengambilan Keputusan JICA

1. JICA menyusun rekomendasi untuk disampaikan kepada Departemen Luar Negeri Jepang tentang pertimbangan lingkungan dan sosial pada tahap penilaian usulan proyek. Sebagai tambahan setelah dilakukannya kategorisasi melalui screening (penyaringan), JICA menyusun kembali suatu rekomendasi setelah memastikan sifat dari proyek tersebut, deskripsi wilayah, ruang lingkup dampak terhadap lingkungan dan penduduk setempat, kapasitas operasional pemerintah negara penerima bantuan dan badan pelaksana proyek, serta prospek keterbukaan informasi dan partisipasi publik sebagai pelengkap untuk proses kategorisasi dengan screening tersebut. Rekomendasi tersebut meliputi pengubahan studi ke tingkat yang lebih tinggi, atau pengubahan studi awal bagi proyek bantuan hibah ke studi kelayakan bila memang diperlukan.

2. Apabila muncul hal-hal yang tidak terduga setelah Departemen Luar Negeri Jepang melakukan kesepakatan dalam bentuk perjanjian internasional, JICA dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketepatan dalam melakukan pertimbangan lingkungan dan sosial untuk proyek kerjasama tersebut.

3. JICA dapat membuat keputusan untuk menghentikan proyek kerjasama dan merekomendasikan Dep. Luar Negeri Jepang untuk melakukan hal yang sama bila JICA menilai ”pertimbangan lingkungan dan sosial tidak mungkin dijamin” meskipun langkah-langkah di atas telah diambil. Contoh kasus dalam hal pertimbangan lingkungan dan sosial tidak mungkin dijamin, misalnya, kebutuhan pembangunan tidak dimengerti secara baik oleh masyarakat, proyek diperkirakan akan mempunyai dampak yang besar meskipun tindakan mitigasi diambil pada tahap pelaksanaan, penduduk atau kelembagaan sosial terkait yang terkena pengaruh sulit berpartisipasi dalam proyek dan selanjutnya tidak ada kemungkinan mereka dapat ikut berpartisipasi meski diperkirakan akan timbul dampak serius, atau bila diperkirakan sulit melaksanakan tindakan mitigasi untuk menghindari atau mengurangi dampak dalam pertimbangan kondisi sosial dan institusional untuk lokasi proyek, dll.

2.9 Memastikan Pelaksanaan dan Penerapan yang tepat sesuai Pedoman

JICA akan melaksanakan secara tepat seluruh kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk menjamin dipatuhinya pedoman ini. Untuk menanggapi keberatan yang secara resmi disampaikan terkait dengan tidak dipenuhinya ketentuan yang ada dalam pedoman ini, JICA akan membentuk suatu unit kelembagaan yang bertugas memberikan penjelasan terkait dengan hukum dan perundang-undangan yang terpisah dengan pedoman ini. Unit ini harus bersifat independen dari unit yang langsung mempunyai tanggungjawab sebagai pelaksana proyek di dalam lingkungan institusi JICA.

2.10 Pelaksanaan dan Peninjauan Kembali Ketentuan Pedoman

1. Pedoman ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 2004, dengan demikian seluruh proyek yang diusulkan pada tanggal tersebut atau setelah tanggal tersebut harus mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam pedoman ini. Proyek kerjasama yang sedang berjalan dan diusulkan sebelum 1 April 2004 harus mematuhi pula ketentuan yang mungkin terkait dengan prosedur yang telah diberlakukan. JICA secepatnya akan menyiapkan suatu sistem proses pengajuan keberatan apabila ada pihak yang tidak menerima ketentuan yang ada dalam pedoman ini.

2. JICA dapat melakukan verifikasi terhadap status terkait dengan pelaksanaan pedoman ini, dan berdasarkan hasil temuan yang didapat tersebut, JICA melakukan peninjauan kembali secara menyeluruh dalam jangka waktu lima tahun setelah pemberlakuan pedoman ini. Revisi akan dilakukan apabila dipandang perlu. Pada saat melakukan revisi pedoman ini, JICA meminta pendapat dari pemerintah Jepang dan negara-negara berkembang, LSM di negara-negara berkembang, serta LSM di Jepang, sektor swasta, para ahli, dll untuk menjamin adanya keterbukaan (transparansi) dan akuntabilitas dalam proses tersebut.

3. JICA melakukan berbagai studi mengenai bagaimana permasalahan dapat dipecahkan dan berbagai metode penerapan untuk pelaksanaan pedoman ini, dan hasil studi-studi tersebut dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses peninjauan kembali untuk penyempurnaan pedoman ini.

III. Prosedur Pertimbangan Lingkungan dan Sosial

3.1 Tahap Penilaian terhadap Usulan Proyek (berlaku untuk semua skema proyek)

1. JICA melakukan penilaian terhadap proyek yang diusulkan oleh suatu pemerintah Negara penerima bantuan melalui Dep. Luar Negeri Jepang dengan mengacu kepada garis besar dan tujuan proyek, ruang lingkup proyek, lokasi proyek, proses kajian dampak lingkungan yang telah dilakukan oleh pemerintah negara penerima bantuan dan informasi lainnya, setelah itu mengklasifikasikan proyek sesuai dengan tingkat dampak yang ada berdasarkan proses screening (penyaringan) pertama. Kemudian JICA membuat keputusan klasifikasi dampak dari sudut pandang pertimbangan lingkungan dan sosial, dalam rangka menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Dep. Luar Negeri Jepang dalam rangka proses seleksi usulan proyek yang bersangkutan.

2. JICA mempublikasikan beberapa informasi terkait dengan Proyek Kategori A seperti nama negara, lokasi dan deskripsi proyek, di dalam website untuk jangka waktu tertentu sebelum menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Dep. Luar Negeri Jepang, dalam rangka mengumpulkan informasi dan pendapat dari pihak luar sehingga dapat dijadikan masukan dalam proses penyusunan rekomendasi tersebut.

3. Apabila informasi untuk proses pengklasifikasian kategori tersebut tidak memadai, JICA dapat mengajukan pertanyaan kepada pemerintah negara penerima bantuan melalui Kedutaan Besar Jepang, kantor perwakilan JICA di luar negeri dan institusi lainnya. Bila informasi yang diperoleh melalui proses tersebut dinilai tidak cukup, JICA dapat mengirimkan studi tim untuk mengumpulkan informasi mengenai aspek lingkungan hidup dan sosial melalui konsultasi dengan pihak terkait dan kunjungan lapangan di negara yang bersangkutan atau dengan cara-cara lainnya. Kemudian secepatnya JICA mempublikasikan laporan hasil studi tim tersebut.

4. Segera setelah Dep. Luar Negeri Jepang melakukan perjanjian internasional, melalui web-site JICA mempublikasikan berbagai informasi terkait dengan proyek tersebut seperti nama proyek, negara, lokasi, garis besar tujuan, lingkup dan sektor terkait, serta jenis kategori dampak berikut alasannya. Untuk proyek dengan Kategori A dan B, melalui website JICA mempublikasikan informasi tentang rekomendasi JICA yang disampaikan kepada Dep. Luar Negeri Jepang.

3.2 Studi Pembangunan / DS : Studi Rencana Induk / Master Plan (M/P)

3.2.1 Tahap Studi Persiapan

1. JICA melaksanakan studi persiapan untuk proyek kerjasama berdasarkan hasil screening pertama. JICA mengirimkan tenaga ahli yang diperlukan untuk pertimbangan lingkungan dan sosial guna melaksanakan survei lapangan untuk proyek kerjasama dengan kategori A dan B, dan bilamana perlu juga dilakukan untuk proyek kerjasama dengan kategori C;

2. JICA memeriksa langkah-langkah yang terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial berdasarkan dokumen proposal proyek dan merangkumnya pada tahap penilaian usulan sebagaimana dijelaskan diatas. Bersamaan dengan itu, JICA melakukan pengumpulan informasi, survei lapangan dan konsultasi dengan pemerintah negara yang bersangkutan. Berdasarkan informasi yang terkumpul dan hasil konsultasi tersebut, JICA mengkategorikan proyek melalui screening kedua dan meninjau kembali kategori tersebut bila diperlukan;

3. JICA melakukan scoping (pengelompokkan) sementara berdasarkan kategori awal dan menyiapkan rancangan Kerangka Acuan / Terms of Reference (TOR) untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial. Sebagai persiapan studi untuk kategori A, JICA dapat melaksanakan survei lapangan, mengumpulkan informasi dan pendapat dari pihak terkait setempat, kemudian merangkum hasil tersebut sebagai masukan dalam penyusunan rancangan kerangka acuan tersebut;

4. JICA melakukan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial dan akhirnya melakukan kesepakatan terkait dengan hal-hal yang perlu dilakukan oleh kedua belah pihak melalui koordinasi dan semangat membangun kemitraan;

5. JICA menyiapkan Scope of Work (S/W) setelah melakukan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan mengenai ancangan kerangka acuan untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial dan struktur kelembagaan terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial. JICA selanjutnya akan menerima persetujuan resmi dari pemerintah Negara penerima bantuan dengan kondisi dimana hasil studi pertimbangan lingkungan dan social tersebut dijadikan acuan dalam proses pembuatan keputusan suatu pelaksanaan proyek.

3.2.2 Tahap Penandatanganan Dokumen S/W

1. Setelah memperoleh persetujuan resmi dari pemerintah negara penerima bantuan, JICA menandatangani S/W yang memuat rancangan kerangka acuan untuk studi pertimmbangan lingkungan dan sosial dalam kerangka pelaksanaan proyek secara keseluruhan. Namun bila persetujuan tidak dapat dicapai, JICA dapat menunda studi tanpa menandatangani S/W. JICA dapat mengambil keputusan bahwa proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan, dan selanjutnya JICA membuat rekomendasi kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk menghentikan proyek kerjasama tersebut.

2. Secepatnya JICA akan mempublikasikan informasi mengenai dokumen S/W dan informasi mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial setelah dilakukannya penandatanganan S/W.

3.2.3 Tahap Pelaksanaan Studi Rencana Induk / Master Plan (M/P)

1. JICA menambahkan tim ahli untuk pertimbangan lingkungan dan sosial kedalam suatu studi tim yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan studi rencana induk yang diklasifikasikan dalam kategori A dan B.

2. JICA mengumpulkan informasi yang diperlukan dan melaksanakan survei lapangan ke wilayah yang lebih luas dari lingkup wilayah tahap studi persiapan, menyelenggarakan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan, dan menyiapkan rancangan scoping.

3. Untuk studi kategori A, setelah mempublikasikan rancangan scoping, JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan berkonsultasi dengan pihak terkait di daerah setempat, lalu merangkum hasil konsultasi tersebut sebagai masukan dalam penyusunan TOR. Konsultasi yang dilakukan meliputi konfirmasi mengenai kebutuhan proyek dan analisis alternatif secara luas. Untuk studi kategori B, setelah mempublikasikan rancangan scoping, bila diperlukan JICA berkerjasama dengan pemerintah Negara penerima bantuan dapat berkonsultasi dengan pihak terkait setempat

4. Kerangka Acuan (TOR) mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman mengenai kebutuhan pembangunan, dampak-dampak yang dikaji, metode studi, analisa alternative langkah penanganan, jadwal dan hal-hal lainnya. JICA berusaha memasukkan konsep Pengkajian Lingkungan Strategis (PLS/SEA) ke dalam studi tersebut. JICA perlu melakukan berbagai konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan untuk mendapatkan kesepakatan terkait dengan rancangan Kerangka Acuan tersebut.

5. Berdasarkan Keangka Acuan tersebut dan melalui kerjasama dengan pemerintah Negara penerima bantuan, JICA melakukan studi pertimbangan lingkungan dan sosial di tingkat Pengkajian Lingkungan Awal (PLA/IEE), menganalisa alternatif langkah-langkah penanganan termasuk situasi ”tanpa proyek”. Selama studi, JICA memasukkan hasil-hasil analisis tersebut secara langsung ke dalam laporan utama yang berkaitan dengan proses pelaksanaan studi pembangunan (DS) yang berbentuk studi rencana induk yang bersangkutan.

6. Untuk studi kategori A,dalam rangka menyusun garis besar kerangka pertimbangan lingkungan dan sosial, JICA mempublikasikan informasi rencana tersebut kemudian JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan menyelenggarakan serangkaian konsultasi dengan pihak terkait dan memasukkan hasil konsultasi tersebut ke dalam penyusunan laporan studi tersebut. Untuk studi kategori B, setelah garis besar kerangka tersebut dipublikasikan bila diperlukan JICA bekerjasama dengan pemerintah Negara penerima bantuan melakukan konsultasi dengan pihak terkait di daerah setempat

7. Berdasarkan prosedur tersebut di atas, JICA menyiapkan rancangan laporan akhir studi pembangunan (DS) untuk rencana induk (M/P) yang memuat hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial, kemudian mempresentasikan laporan tersebut kepada pemerintah negara penerima bantuan untuk mendapatkan masukannya. Untuk studi kategori A, setelah informasi draft final tersebut dipublikasikan kemudian JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan berkonsultasi dengan pihak terkait di wilayah setempat, dan hasil konsultasi tersebut menjadi masukan bagi penyusunan laporan akhir. Untuk studi kategori B, setelah informasi rancangan laporan akhir tersebut dipublikasikan, bila diperlukan JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan melakukan konsultasi dengan pihak terkait setempat.

8. JICA menyiapkan laporan akhir yang memuat hasil studi dan menyerahkannya kepada pemerintah negara penerima bantuan setelah memastikan bahwa laporan tersebut telah memenuhi ketentuan yang terdapat dalam pedoman ini.

9. JICA secepatnya mempublikasikan informasi mengenai laporan akhir studi pembangunan (DS) tersebut baik melalui website, perpustakaan JICA maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3.3 Studi Pembangunan / DS : Studi Kelayakan /Feasibility Study (F/S)

3.3.1 Tahap Studi Persiapan

1. JICA melaksanakan studi persiapan berdasarkan hasil screening pertama. JICA mengirimkan tenaga ahli di bidang pertimbangan lingkungan dan sosial untuk melakukan survei lapangan khususnya untuk studi kategori A dan B, serta bila perlu, untuk studi kategori C.

2. JICA memastikan langkah-langkah pertimbangan lingkungan dan sosial berdasarkan dokumen proposal proyek dan merangkumnya dalam tahap penilaian usulan, mengumpulkan informasi terkait, melakukan survei lapangan dan berkonsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan. Berdasarkan informasi yang terkumpul dan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan, JICA mengkategorikan proyek tersebut melalui screening kedua dan bila perlu meninjau kembali pengkategorisasian tersebut.

3. JICA melakukan scoping sementara sesuai kategori awal dan menyiapkan rancangan kerangka Acuan untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial berdasarkan hasil scoping tersebut. Untuk studi kategori A, JICA melaksanakan survei lapangan, mengumpulkan informasi dan pendapat dari pihak terkait di daerah setempat dan hasil dari proses kegiatan tersebut akan dijadikan masukan dalam proses penyusunan rancangan Kerangka Acuan.

4. JICA berkonsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial dan membuat kesepakatan mengenai hal-hal yang perlu dilakukan oleh kedua belah pihak, melalui koordinasi dan semangat membangun kemitraan.

5. JICA menyiapkan rancangan dokumen Scope of Work (S/W) setelah melakukan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan mengenai rancangan Kerangka Acuan untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial dan struktur kelembagaan terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial. JICA selanjutnya menerima persetujuan resmi dari pemerintah negara penerima bantuan dengan kondisi dimana hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial tersebut dijadikan sebagai acuan dalam proses pembuatan keputusan dalam suatu perencanaan proyek.

3.3.2 Tahap Penandatanganan Dokumen S/W

1. JICA menandatangani S/W termasuk rancangan Kerangka Acuan setelah mencapai kesepakatan dengan pemerintah negara penerima bantuan mengenai ruang lingkup dan struktur pelaksanaan studi. Bila kesepakatan tidak tercapai, JICA dapat menunda studi tanpa menandatangani S/W. JICA dapat mengambil keputusan bahwa proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan, dan selanjutnya JICA membuat rekomendasi kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk menghentikan studi tersebut.

2. Sesegera mungkin JICA mempublikasikan informasi mengenai dokumen S/W dan informasi mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial setelah penandatanganan S/W tersebut dilakukan.

3.3.3 Tahap Pelaksanaan Studi Kelayakan / Feasibility Study (F/S)

3.3.3.1 Studi Kategori A

1. JICA akan melibatkan seorang atau beberapa orang tenaga ahli di bidang pertimbangan lingkungan dan sosial kedalam suatu studi tim yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan studi kelayakan secara keseluruhan.

2. JICA mengumpulkan informasi yang diperlukan dan melaksanakan survei lapangan ke wilayah yang lebih luas dari lingkup wilayah tahap studi persiapan, menyelenggarakan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan, dan menyiapkan rancangan scoping.

3. Setelah mempublikasikan rancangan scoping, JICA berkonsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan dan memasukkan hasil konsultasi tersebut ke dalam Kerangka Acuan untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial. Konsultasi yang dilakukan mencakup kebutuhan adanya proyek pembangunan dan analisis alternatif untuk langkah penanganan secara luas.

4. Kerangka Acuan umumnya berisi pemahaman kebutuhan pembangunan, dampak-dampak yang dikaji, metode studi, analisis alternatif, jadwal pelaksanaan, dll.

5. Berdasarkan Kerangka Acuan dan melalui kerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan, JICA melaksanakan pertimbangan lingkungan dan sosial di tingkat PDL (EIA) termasuk rencana pemantauan, pengaturan kelembagaan dan langkah-langkah mitigasi (pencegahan) untuk menghindari dan mengurangi dampak. JICA menganalisa alternative langkah penanganan termasuk situasi ”tanpa proyek”. JICA memasukkan hasil studi tersebut ke dalam proses penyusunan laporan studi kelayakan tersebut.

6. Pada saat mempertimbangkan garis besar kerangka pertimbangan lingkungan dan sosial, JICA akan mempublikasikan informasi tersebut dan bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan menyelenggarakan serangkaian konsultasi dengan pihak terkait dan memasukkan hasil konsultasi tersebut ke dalam penyusunan laporan studi

7. JICA menyiapkan rancangan laporan akhir, termasuk didalamnya hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial dan menjelaskan kepada pemerintah Negara penerima bantuan untuk mendapatkan masukannya. Informasi mengenai rancangan laporan akhir tersebut kemudian dipublikasikan, selanjutnya dengan bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan, JICA melakukan konsultasi dengan pihak terkait setempat dimana hasil konsultasi tersebut dijadikan sebagai masukkan dalam penyusunan laporan akhir.

8. JICA menyiapkan laporan akhir dan menyerahkannya kepada pemerintah Negara penerima bantuan setelah memastikan bahwa pemerintah yang bersangkutan telah memenuhi syarat dan ketentuan yang ada dalam pedoman ini.

9. Sesegera mungkin JICA mempublikasikan laporan akhir tersebut baik melalui website perpustakaan JICA maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3.3.3.2 Studi Kategori B

1. Apabila dipandang perlu, JICA dapat melibatkan seorang atau beberapa orang ahli di bidang pertimbangan lingkungan dan sosial ke dalam suatu tim studi kelayakan.

2. JICA mengumpulkan informasi terkait, melaksanakan survei lapangan ke wilayah yang lebih luas dari wilayah pada tahap studi persiapan, melaksanakan scoping bersama dengan pemerintah negara penerima bantuan dan menyiapkan Kerangka Acuan studi pertimbangan lingkungan dan sosial.

3. Kerangka Acuan umumnya berisi pemahaman kebutuhan pembangunan, dampak-dampak yang dikaji, metode studi, analisis alternatif langkah penanganan, jadwal studi, dll.

4. Berdasarkan Kerangka Acuan JICA melaksanakan pertimbangan lingkungan dan social tingkat PLA (IEE) melalui kerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan untuk menganalisa alternatif langkah penanganan termasuk menelaah situasi tanpa proyek. JICA memasukkan hasil studi ke dalam laporan akhir studi yang tengah disiapkan.

5. JICA meninjau kembali proses penyaringan (screening) berdasarkan hasil studi tingkat PLA. Untuk studi yang baru diklasifikasikan ke dalam kategori A, JICA mengambil langkah prosedur yang telah ditentukan untuk studi kelayakan kategori A, yang dijelaskan dalam 3.3.3.1. Untuk studi yang diklasifikasikan ke dalam kategori B, setelah peninjauan ulang, hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial dapat langsung dimasukkan ke dalam proses penyusunan rancangan laporan akhir. Namun apabila akhirnya dikategorikan sebagai kategori C, proses studi pertimbangan lingkungan dan sosial tersebut dapat diselesaikan sampai pada proses tahap ini.

6. JICA menyiapkan rancangan laporan akhir, memasukkan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial dan menjelaskan kepada pemerintah Negara penerima bantuan untuk mendapatkan masukannya. Masukan tersebut selanjutnya dijadikan bahan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan laporan akhir.

7. JICA menyiapkan laporan akhir dan menyerahkan kepada pemerintah negara penerima bantuan setelah memastikan bahwa pemerintah tersebut telah memenuhi syarat dan ketentuan yang ada dalam pedoman ini.

8. Kemudian informasi laporan akhir tersebut dipublikasikan, dan bila perlu JICA bekerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan melakukan konsultasi kembali dengan pihak terkait di wilayah setempat.

9. Setelah menyelesaikan laporan akhir tersebut JICA mempublikasikan informasi tersebut baik melalui website, perpustakaan JICA maupun kantor perwakilan di Negara yang bersangkutan.

3.4 Studi Rancangan Terperinci / Detailed Design (D/D)

3.4.1 Studi D/D yang dikoordinasikan dengan pihak JBIC

Studi D/D yang dikoordinasikan dengan pihak JBIC, dilaksanakan setelah JICA mempertimbangkan bahwa usulan tersebut telah mendapatkan kepastian dari pihak JBIC dan studi tersebut diperlukan dalam proses proyek pinjaman yen yang didasarkan pada pedoman JBIC. Pada dasarnya, untuk kategori ini JICA melakukan studi Rancangan Terperinci yang difokuskan untuk bidang rekayasa teknik.

3.4.1.1 Tahap Studi Persiapan

1. Untuk studi kategori A dan B, JICA akan menerima berbagai dokumen JBIC mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial, dan selanjutnya memeriksa hasil keputusan JBIC.

2. JICA memastikan langkah-langkah mitigasi termasuk ganti rugi bila dampak tidak dapat dihindari atau dikurangi, pemantauan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pertimbangan lingkungan dan sosial untuk proyek pinjaman yen seperti jadwal kegiatan, jumlah personil dan kemampuan institusi, anggaran, dll. Bila penilaian JICA berbeda dengan penilaian JBIC, JICA berhak meminta informasi terkait kepada JBIC dan meminta JBIC untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai. JICA mempublikasikan informasi tersebut setelah melakukan konfirmasi dengan pemerintah negara penerima bantuan dan organisasi terkait.

3.4.1.2 Tahap Penandatanganan Dokumen S/W

Pada saat JICA dan pemerintah negara penerima bantuan mencapai kesepakatan terkait dengan S/W termasuk rancangan Kerangka Acuan (untuk studi lingkungan dan sosial), JICA kemudian menandatangani dokumen S/W tersebut. Bila kesepakatan tidak tercapai, JICA dapat menunda studi tersebut tanpa menandatangani S/W.

3.4.1.3 Tahap Pelaksanaan Studi Rancangan Terperinci (D/D)

1. Untuk studi kategori A dan B, JICA melibatkan seorang atau beberapa tenaga ahli di bidang lingkungan dan social ke dalam tim studi D/D tersebut.

2. Bila penilaian JICA berbeda dengan penilaian yang dilakukan oleh JBIC, JICA berhak meminta informasi terkait kepada JBIC dan meminta JBIC mengambil langkah-langkah yang sesuai. JICA mempublikasikan informasi tersebut setelah menanyakan pendapat pemerintah negara penerima bantuan dan organisasi terkait.

3. Bila dengan jelas diperkirakan dampak yang cukup besar ditemukan dan JICA menilai sulit untuk menanganinya, JICA berhak membuat rekomendasi bagi Dep. Luar Negeri Jepang untuk menghentikan studi tersebut. JICA mempublikasikan rekomendasi tersebut setelah melakukan konfirmasi dengan pemerintah negara penerima bantuan dan organisasi terkait.

4. Setelah melakukan konformasi dengan pemerintah negara penerima bantuan dan oranisasi terkait, JICA menyelesaikan laporan akhir studi tersebut dan selanjutnya sesegera mungkin mempublikasikan laporan tersebut baik melalui website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3.4.2 Studi D/D yang tidak dikoordinasikan dengan JBIC

Untuk studi D/D yang tidak dikoordinasikan dengan JBIC, JICA akan melakukan

langkah-langkah yang dijelaskan pada 3.4.2.1, yang didasarkan pada pedoman JBIC. JICA akan mempertimbangkan usulan studi berdasarkan pertimbangan yang seksama dari faktor-faktor lingkungan dan sosial, secara umum JICA memfokuskan pelaksanaan studi D/D pada bidang rekayasa teknik.

3.4.2.1 Tahap Penilaian Usulan Studi

1. Untuk usulan studi kategori A, JICA meminta pemerintah negara penerima bantuan atau institusi pelaksana untuk menyerahkan laporan Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL) atau Environmental Impact Assessment (EIA) proyek tersebut. Adapun pokok-pokok yang harus masuk di dalam laporan EIA dijelaskan secara rinci pada Apendiks 4. Suatu rencana aksi yang berkaitan dengan pemukiman kembali yang harus dilaksanakan dan rencana upaya mitigasi dampak terhadap komunitas adat terpencil harus dilampirkan pula pada laporan PDL tersebut, sesuai dengan kebutuhan yang ada.

2. Untuk studi kategori B, JICA meminta pemerintah negara penerima bantuan atau institusi pelaksana untuk menyerahkan laporan Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL/EIA) apabila pemerintah yang bersangkutan tersebut telah melaksanakan EIA. Namun apabila laporan tersebut belum tersedia, JICA akan meminta informasi dan laporan lainya terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial.

3. Untuk studi kategori A dan B, segera setelah menerima dokumen utama mengenai

pertimbangan lingkungan dan sosial, JICA melakukan konsultasi dan meminta pendapat

dari pemerintah negara penerima bantuan dan institusi pelaksana terkait, dan selanjutnya JICA mempublikasikan berbagai informasi termasuk laporan Pengkajian Dampak Lingkungan, sertifikat izin lingkungan yang diterbitkan pemerintah negara penerima bantuan, rencana pemukiman kembali yang harus dilaksanakan, rencana langkah mitigasi dampak terhadap komunitas adat terpencil, dan dokumen-dokumen lainnya.

4. Apabila JICA menilai bahwa usulan studi tersebut tidak sesuai dengan pedoman JBIC, JICA akan memberikan rekomendasinya kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk tidak memilih studi tersebut atau menyarankan untuk melaksanakan studi pertimbangan lingkungan dan sosial melalui skema yang berbeda, misalnya studi pembangunan (DS).

3.4.2.2 Tahap Studi Persiapan

1. JICA melakukan konfirmasi yang seksama untuk memastikan apakah pemerintah Negara penerima bantuan telah melakukan langkah-langkah mitigasi yang tepat untuk menghindari atau mengurangi dampak yang merugikan terhadap lingkungan dan sosial. Langkah-langkah tersebut termasuk hal-hal yang berkaitan dengan ganti rugi untuk dampak yang tidak dapat dihindari, pemantauan, jadwal kegiatan penyiapan pengaturan kelembagaan, personil dan organisasi pelaksana serta anggaran. Bila tidak dapat dipastikan, JICA akan meminta pemerintah negara penerima bantuan untuk melakukan upaya dalam rangka melengkapi persyaratan dan ketentuan tersebut. Bila pemerintah yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan, JICA akan merekomendasikan kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk menghentikan studi tersebut.

2. Untuk studi kategori A atau B, JICA mengirimkan seorang atau beberapa orang tenaga ahli yang diperlukan untuk pertimbangan lingkungan dan sosial untuk melaksanakan survei lapangan dan mengumpulkan informasi dan pendapat dari pihak terkait setempat.

3. JICA melakukan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial, serta membuat kesepakatan terkait dengan hal-hal yang perlu dilakukan oleh kedua belah pihak, melalui koordinasi dan semangat kemitraan.

4. JICA menyiapkan rancangan S/W setelah melakukan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan mengenai ancangan Kerangka Acuan dan kerangka garis besar pelaksanaan untuk pertimbangan lingkungan dan sosial.

3.4.2.3 Tahap Penandatanganan Dokumen S/W

1. Di dalam S/W tersebut JICA memasukkan hal-hal yang perlu dilakukan oleh kedua belah pihak baik oleh JICA maupun pemerintah negara penerima bantuan sehingga diharapkan dapat mempersiapkan langkah-langkah mitigasi untuk menghindari atau mengurangi dampak yang merugikan bagi lingkungan dan masyarakat. Langkah-langkah mitigasi tersebut termasuk ganti rugi untuk dampak yang tidak dapat dihindari, pemantauan, jadwal kegiatan untuk penyiapan pengaturan kelembagaan, jumlah personil dan kondisi organisasi pelaksana serta anggaran. JICA juga akan mempertimbangkan untuk menambahkan dokumen S/W dengan langkah-langkah tambahan yang diperlukan untuk menangani suatu dampak yang mungkin baru ditemukan selama periode pelaksanaan studi tersebut.

2. JICA akan menandatangani S/W termasuk rancangan Kerangka Acuan untuk pertimbangan lingkungan dan sosial setelah disepakati oleh pemerintah negara penerima bantuan. Bila kesepakatan tersebut tidak dapat dicapai, JICA akan menunda studi tanpa menandatangani S/W. Selanjutnya apabila JICA menilai bahwa kerjasama tersebut tidak tepat untuk dilaksanakan, JICA akan memberikan rekomendasinya kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk menghentikannya,

3. JICA akan mempublikasikan dokumen S/W dan informasi lainnya mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial segera setelah JICA menandatangani dan mendengar pendapat pemerintah negara penerima bantuan dan institusi pelaksana yang terkait.

3.4.2.4 Tahap Pelaksanaan Studi D/D

1. Berdasarkan kesepakatan yang tercantum dalam dokumen S/W, JICA dapat memberikan dukungan yang diperlukan untuk menyusun rencana pemantauan, dan rencana terperinci mengenai langkah-langkah mitigasi yang sesuai untuk menghindari dan mengurangi dampak negatif yang timbul serta ganti rugi untuk dampak lingkungan dan sosial.

2. Apabila pada saat pelaksanaan studi ditemukan suatu dampak lingkungan dan sosial yang baru namun berdampak ringan, JICA akan melakukan langkah-langkah yang sesuai berdasarkan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan dan pihak terkait setempat.

3. Apabila suatu dampak besar ditemukan dan JICA menilai bahwa hal tersebut sulit untuk ditangani, JICA akan membuat rekomendasi kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk menghentikan studi tersebut.

4. JICA menyiapkan laporan akhir yang memuat hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial serta hasil studi pendukung lainnya dan selanjutnya laporan tersebut diserahkan kepada pemerintah negara penerima bantuan.

5. Segera setelah laporan akhir tersebut diselesaikan dan dikonfirmasikan untuk mendapatkan masukan pihak pemerintah negara penerima bantuan dan institusi terkait,

selanjutnya JICA mempublikasikan laporan akhir tersebut baik melalui website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3.5 Studi Rancangan Dasar (B/D) untuk Proyek Bantuan Hibah (GA)

3.5.1 Studi Kategori A

1. Sebelum studi Rancangan Dasar (B/D) dilakukan, JICA melaksanakan berbagai studi persiapan dan studi penunjang lainnya untuk memastikan status pelaksanaan dan isi dari laporan PDL (EIA) serta memastikan apakah studi PDL (EIA) tersebut telah memenuhi ketentuan dalam pedoman ini. Selanjutnya sesegera mungkin JICA mempublikasikan hasil studi persiapan dan penunjang lainnya tersebut melalui website.

2. JICA dapat melaksanakan studi B/D apabila kegiatan PDL (EIA) telah dilakukan, atau studi pembangunan (DS) telah dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman ini sehingga studi pertimbangan lingkungan dan sosial tidak diperlukan lagi. Selanjutnya hasil dari laporan PDL, studi persiapan, dan studi penunjang lainnya dijadikan acuan dalam rangka pelaksanaan studi B/D. Setelah studi B/D diselesaikan, secepatnya JICA mempublikasikan studi tersebut melalui website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3. Apabila terjadi suatu keadaan dimana PDL (EIA) tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan, sehingga diperlukan suatu studi baru terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial, JICA akan memberikan rekomendasi kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai, seperti menjalankan studi pertimbangan lingkungan dan sosial dengan menggunakan skema studi pembangunan (DS) dengan ketentuan yang telah dijelaskan di bagian 3.3 dalam pedoman ini atau dapat pula menyarankan untuk menghentikan studi B/D tersebut.

3.5.2 Studi Kategori B

1. JICA akan melaksanakan berbagai studi persiapan dan studi penunjang lainnya untuk memastikan status pelaksanaan dan isi dari laporan PDL (EIA) serta memastikan apakah studi PDL (EIA) tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pedoman ini. Selanjutnya sesegera mungkin JICA mempublikasikan informasi hasil studi persiapan dan studi penunjang lainnya melalui website.

2. JICA dapat melaksanakan studi B/D apabila kegiatan PDL (EIA) telah dilakukan, atau studi pembangunan (DS) telah dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman ini sehingga studi pertimbangan lingkungan dan sosial tidak diperlukan lagi. Selanjutnya hasil dari laporan PDL (EIA), studi persiapan, dan studi penunjang lainnya dijadikan sebagai acuan dalam rangka pelaksanaan studi B/D. Setelah studi B/D diselesaikan, secepatnya JICA mempublikasikan studi tersebut melalui website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3. Apabila terjadi suatu keadaan dimana PDL (EIA) tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan, sehingga diperlukan suatu studi baru terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial, JICA akan mengirimkan seorang atau beberapa orang tim ahli di bidang pertimbangan lingkungan dan sosial untuk melakukan “scoping” sebagai bagian dalam studi persiapan. JICA selanjunya menyiapkan Kerangka Acuan untuk studi pertimbangan lingkungan dan sosial yang berisi hal-hal yang terkait dengan aspek-aspek seperti pemahaman akan kebutuhan pembangunan, dampak-dampak, metode studi, analisis alternatif termasuk situasi ”tanpa proyek”, jadwal studi, dll. JICA kemudian mendiskusikan Kerangka Acuan tersebut dengan pemerintah negara penerima bantuan untuk mendapatkan persetujuan.

4. Sesuai dengan Kerangka Acuan yang telah disepakati, JICA melakukan studi pertimbangan lingkungan dan sosial di tingkat PLA (IEE). Setelah studi tingkat PLA (IEE) selesai, JICA melaksanakan proses screening kedua. Apabila hasil screening kedua tersebut menyimpulkan studi tersebut termasuk dalam kategori A, JICA akan melaksanakan studi pertimbangan lingkungan dan sosial sesuai dengan prosedur untuk studi kelayakan kategori A yang dijelaskan sesuai dengan bagian 3.3 di dalam pedoman ini atau memberikan rekomendasi kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk menunda studi tersebut. Apabila kemudian dikategorikan sebagai kategori B, JICA akan memasukkan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial ke dalam pelaksanaan B/D dan segera setelah laporan studi B/D tersebut diselesaikan, JICA mempublikasikan laporan studi B/D tersebut . Sementara apabila kemudian dikategorikan sebagai kategori C, studi mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial dianggap tidak diperlukan.

5. Segera setelah laporan hasil studi B/D tersebut diselesaikan, JICA mempublikasikan laporan tersebut melalui website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3.6 Proyek Kerjasama Teknik

3.6.1 Proyek Kategori A

1. JICA melaksanakan studi persiapan dengan mengirimkan tim ahli di bidang pertimbangan lingkungan dan sosial. JICA melakukan kgiatan tersebut untuk memastikan status pelaksanaan dan isi dari laporan PDL (EIA), memastikan apakah studi PDL (EIA) tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pedoman ini serta memastikan perlu tidaknya dilakukan studi pertimbangan lingkungan dan sosial. Secepatnya JICA mempublikasikan hasil studi tersebut di website, perpustakaan dan kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

2. JICA menandatangani Record of Discussions (R/D) yaitu suatu dokumen kesepakatan yang menjelaskan langkah-langkah untuk pemantauan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial. Penandatangan tersebut dapat dilakukan apabila PDL (EIA) telah diselesaikan atau suatu studi pembangunan (DS) telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman ini sehingga studi pertimbangan lingkungan dan sosial tidak diperlukan lagi. Secepatnya JICA akan mempublikasikan informasi mengenai R/D tersebut di website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3. Apabila terjadi suatu keadaan dimana PDL (EIA) tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan, sehingga diperlukan suatu studi baru terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial, JICA akan memberikan rekomendasi kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai, seperti menjalankan studi pertimbangan lingkungan dan sosial dengan menggunakan skema studi pembangunan (DS)

4. JICA melakukan konfirmasi terkait dengan hasil pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah negara penerima bantuan selama periode kerjasama tersebut dilakukan, dan JICA dapat melaksanakan pemantauan secara langsung apabila diperlukan. Secepatnya JICA akan mempublikasikan informasi hasil pemantauan tersebut di website, perpustakaan dan kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

5. Apabila selama periode pelaksanaan proyek tersebut ditemukan suatu dampak lingkungan dan sosial, JICA akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan melalui kerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan.

6. Setelah berakhirnya proyek kerjasama, JICA mengevaluasi dampak yang timbul terhadap lingkungan alam dan masyarakat, baik dampak yang telah diperkirakan dalam Pengkajian Dampak Lingkungan maupun dalam studi pertimbangan lingkungan dan sosial, serta pengaruh dari tindakan mitigasi yang telah ditetapkan. Setelah berakhirnya proyek kerjasama tersebut, secepatnya JICA akan mempublikasikan hasil dari evaluasi proyek kerjasama tersebut di website, perpustakaan serta kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3.6.2 Proyek Kategori B

1. JICA melaksanakan studi persiapan dengan mengirimkan tim ahli di bidang pertimbangan lingkungan dan sosial. JICA melakukan kegiatan tersebut untuk memastikan status pelaksanaan dan isi laporan PDL (EIA) dan memastikan apakah studi PDL (EIA) tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pedoman ini serta memastikan perlu tidaknya dilakukan studi pertimbangan lingkungan dan sosial. Setelah studi tersebut dilakukan, secepatnya JICA akan mempublikasikan informasi mengenai hasil studi tersebut di website, perpustakaan dan kantor perwakilan di Negara yang bersangkutan.

2. JICA menandatangani Record of Discussions (R/D) yaitu suatu dokumen kesepakatan yang menjelaskan langkah-langkah untuk pemantauan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial. Penandatangan tersebut dapat dilakukan apabila PDL (EIA) telah diselesaikan atau studi pembangunan (DS) telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman ini sehingga studi pertimbangan lingkungan dan sosial tidak diperlukan lagi. Secepatnya JICA akan mempublikasikan informasi mengenai R/D tersebut di website, perpustakaan dan kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3. JICA dapat melakukan konfirmasi mengenai hasil pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah negara penerima bantuan selama periode proyek kerjasama tersebut dilaksanakan, dan JICA dapat melaksanakan pemantauan secara langsung apabila diperlukan. Secepatnya JICA akan mempublikasikan hasil pemantauan tersebut di website, perpustakaan dan kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

4. Apabila selama periode dilaksanakannya kerjasama tersebut ditemukan suatu dampak lingkungan dan sosial yang cukup berarti, JICA akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan melalui kerjasama dengan pemerintah negara penerima bantuan.

5. Setelah proyek kerjasama berakhir, JICA mengevaluasi dampak yang timbul terhadap lingkungan alam dan masyarakat, baik dampak yang telah diperkirakan dalam Pengkajian Dampak Lingkungan maupun dalam studi pertimbangan lingkungan dan sosial, serta pengaruh dari tindakan mitigasi yang telah ditetapkan. Setelah berakhirnya proyek kerjasama tersebut, secepatnya JICA akan mempublikasikan hasil evaluasi proyek kerjasama tersebut di website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

6. Apabila terjadi suatu keadaan dimana PDL (EIA) tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan, sehingga diperlukan suatu studi baru terkait dengan pertimbangan lingkungan dan sosial, JICA akan menyiapkan Kerangka Acuan untuk studi pertimbangan lingkungan dan social yang berisi hal-hal terkait dengan masalah dampak, metode studi, analisis alternative termasuk situasi ”tanpa proyek”, jadwal studi, dll, melalui proses pelaksanaan “scoping”. JICA kemudian mendiskusikan TOR tersebut dengan pemerintah negara penerima bantuan untuk mendapatkan persetujuan.

7. Sesuai dengan Kerangka Acuan yang telah disepakati, JICA melakukan studi pertimbangan lingkungan dan sosial di tingkat PLA (IEE). Setelah studi tingkat PLA (IEE) selesai, JICA melaksanakan screening kedua. Apabila hasil screening kedua tersebut menyimpulkan proyek tersebut termasuk dalam kategori A, JICA akan memberikan rekomendasi kepada Dep. Luar Negeri Jepang untuk melakukan langkah-langkah yang tepat dalam pelaksanaan studi pertimbangan lingkungan dan social sesuai dengan prosedur studi kelayakan atau saran lainnya, termasuk penangguhan pelaksanaan proyek tersebut. Dan apabila kemudian dikategorikan sebagai kategori C, JICA dapat menyelesaikan kegiatan mengenai pertimbangan lingkungan dan sosial, dan secepatnya JICA mempublikasikan informasi mengenai hasil studi tersebut di website, perpustakaan serta kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

8. Untuk proyek yang kemudian dikategorikan kembali sebagai kategori B, JICA akan memasukkan hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial ke dalam proses penyusunan R/D untuk menjelaskan langkah-langkah pemantauan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh keduabelah pihak dalam kaitannya dengan pertimbangan lingkungan dan sosial. Secepatnya JICA akan mempublikasikan R/D tersebut di website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3.6.3 Pemantauan

1. JICA dapat melakukan penelaahan mengenai hasil pemantauan yang dilakukan oleh institusi pelaksana di negara penerima bantuan khususnya mengenai dampak lingkungan dan sosial yang cukup besar yang ditimbulkan dari proyek kerjasama teknik kategori A dan B. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan apakah pertimbangan lingkungan dan sosial telah benar-benar dilaksanakan. Bila perlu, JICA menjalankan pemantauan secara langsung setelah melakukan konsultasi dengan pemerintah negara penerima bantuan.

2. Apabila ada pihak ketiga atau pihak lain yang menyampaikan dengan jelas adanya suatu kondisi dimana pertimbangan lingkungan dan sosial belum sepenuhnya dilakukan, JICA akan menyampaikan pernyataan tersebut kepada pihak pemerintah negara penerima bantuan dan membantu pihak pemerintah tersebut untuk mengambil tindakan yang tepat. JICA memandang perlu untuk memastikan bahwa institusi pelaksana terkait dapat menangani hal ini dengan memberikan perhatian penuh terhadap berbagai pendapat, analisis langkah-langkah, dan memasukan pertimbangan-pertimbangan tersebut ke dalam proses penyusunan rencana operasional kegiatan melalui suatu proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan

3. Apalila institusi pelaksana tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk melakukan pemantauan, JICA dapat memberikan bantuannya dalam hal pengembangan sumber daya manusia terkait dengan aspek pemantauan melalui bantuan pelatihan untuk bidang-bidang tertentu, dan bantuan lainnya.

3.7 Kegiatan Tindak Lanjut

1. Badan-badan bantuan keuangan mempunyai tanggungjawab untuk melakukan peninjauan ulang terkait dengan laporan Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL/EIA) yang dilakukan melalui skema studi pembangunan (DS), sementara Dep. Luar Negeri bertanggungjawab untuk meninjau proyek bantuan hibah (GA). Sementara, JICA mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut sebelum proses peninjauan tersebut dilakukan khususnya untuk memastikan bahwa hasil studi pertimbangan lingkungan dan sosial yang dilakukan telah masuk ke dalam laporan Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL /EIA)

2. JICA melakukan konfirmasi dengan seksama apakah hasil dan rekomendasi studi pertimbangan lingkungan dan sosial telah dimasukkan dalam proses penyusunan Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL/EIA), termasuk memastikan apakah telah dilakukan persiapan yang baik dan seksama terkait dengan rencana pemukiman kembali yang harus dilaksanakan, langkah mitigasi dampak, dll, selanjutnya JICA akan mempublikasikan hasil konfirmasi tersebut di website, perpustakaan maupun kantor perwakilan di negara yang bersangkutan.

3. Pada saat proyek kerjasama telah berakhir, kemudian ada pihak ketiga atau pihak lain yang mengindikasikan bahwa telah timbul dampak terhadap lingkungan dan sosial yang sebelumnya tidak diperkirakan, JICA akan melakukan penelaahan untuk memahami permasalahan yang timbul dengan melakukan survey lapangan dan membuat rekomendasi bagi institusi-institusi terkait, apabila diperlukan.

Apendiks 1. Ketentuan bagi Pemerintah Negara Penerima Bantuan

1. Pokok-Pokok Dasar

1. Dampak lingkungan yang mungkin disebabkan oleh proyek harus dikaji dan ditelaah sedini mungkin sejak tahap perencanaan. Langkah-langkah alternatif atau mitigasi untuk menghindari atau mengurangi dampak harus diuji dan dimasukkan ke dalam rencana proyek.

2. Penelaahan tersebut termasuk analisis biaya dan manfaat lingkungan hidup dan social dalam bentuk analisis kuantitatif dan kualitatif yang paling memungkinkan dan harus dilakukan secara harmonis dengan memperhatikan analisis ekonomi, keuangan, kelembagaan, sosial maupun analisa teknis yang berkaitan dengan proyek tersebut.

3. Hasil penelaahan dari pertimbangan lingkungan dan sosial harus mencakup alternative upaya penanganan dan langkah-langkah mitigasi, dan harus dicatat sebagai dokumen terpisah atau sebagai bagian dari dokumen lain. Laporan Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL/EIA) harus dibuat untuk suatu proyek yang diperkirakan mempunyai dampak negatif yang sangat besar.

4. Untuk proyek-proyek yang diperkirakan memiliki dampak negatif yang besar atau proyek yang diperkirakan dapat mengundang kontroversi, dalam rangka meningkatkan akuntabilitasnya, JICA dapat membentuk suatu komite yang terdiri dari para ahli yang akan memberikan pendapat yang tepat dalam penilaian dampak.

2. Pertimbangan Penentuan Langkah-langkah Pengenalian Dampak

1. Perlunya melakukan penilaian terhadap beberapa pilihan langkah-langkah penanganan dampak untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif dan selanjutnya memilih alternatif langkah penanganan terbaik berdasarkan pertimbangan lingkungan dan sosial. Dalam rangka penilaian langkah-langkah penanganan yang diperlukan tersebut, prioritas pokok harus diberikan untuk “menghindari dampak lingkungan”, dan bila kondisi ini tidak dimungkinkan, maka prioritas selanjutnya adalah untuk “meminimalkan atau mengurangi dampak tersebut”. Mekanisme ganti rugi perlu dipertimbangkan bila dampak yang diprediksi tidak dapat ditangani oleh langkah-langkah pencegahan yang telah dipilih tersebut.

2. Mempersiapkan perencanaan dan sistem tindak lanjut yang tepat, seperti perlunya persiapan rencana pemantauan dan rencana manajemen lingkungan, dan perlunya penetapan faktor biaya untuk melaksanakan rencana dan sistem tersebut berikut metode pendanaan yang akan dipakai untuk keperluan pembiayaan tersebut.

3. Ruang Lingkup Dampak yang perlu Pengkajian

1. Dampak yang harus dikaji dan ditelaah dalam pertimbangan lingkungan dan sosial adalah dampak yang berkaitan pada aspek kesehatan dan keselamatan manusia (termasuk dampak lintas nasional atau berskala global) melalui udara, air, tanah, limbah, kecelakaan, penggunaan air, perubahan iklim, ekosistem dan biota. Dampak yang dinilai juga termasuk dampak sosial, termasuk pemukiman kembali yang harus dilakukan, kondisi ekonomi setempat seperti kesempatan kerja dan tingkat kehidupan, penggunaan lahan dan sumber daya wilayah setempat, institusi sosial seperti infrastruktur sosial dan institusi pengambil keputusan di wilayah setempat, infrastruktur sosial yang ada dan pelayanan sosial, kelompok sosial yang lemah seperti lapisan masyarakat miskin dan komunitas adapt terpencil, keadilan dalam pembagian keuntungan dan kerugian serta keadilan dalam proses pembangunan, gender, hak azasi anak-anak, cagar budaya, konflik kepentingan di ingkat lokal dan penularan HIV/AIDS.

2. Selain dampak langsung dan segera dari proyek, dampak derivatif, sekunder dan kumulatif juga diperiksa dan dinilai berkaitan dengan pertimbangan lingkungan dan sosial secara rasional dan dalam ruang lingkup yang memungkinkan. Dampak siklus kehidupan selama periode proyek juga dipertimbangkan.

Penerapan sesuai dengan Perundang-undangan, Standar dan Rencana

1. Proyek kerjasama harus mematuhi peraturan dan perundang-undangan, ordinansi dan standar yang berhubungan dengan pertimbangan lingkungan dan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berkaitan dengan lokasi proyek tersebut (termasuk pemerintah pusat maupun daerah). Proyek-proyek juga harus sesuai dengan kebijakan pertimbangan lingkungan dan sosial serta rencana pemerintah yang bersangkutan.

2. Proyek kerjasama pada dasarnya harus dilaksanakan di luar wilayah yang dilindungi dan ditentukan secara khusus oleh UU atau ordinansi pemerintah untuk konservasi alam dan cagar budaya (tidak termasuk proyek yang target utamanya untuk mempromosikan perlindungan atau rehabilitasi wilayah tersebut). Selain itu, proyek kerjasama juga tidak boleh menyebabkan dampak yang besar terhadap wilayah konservasi.

Penerimaan Keberadaan Proyek oleh Masyarakat dan Lembaga Sosial

1. Proyek kerjasama harus dikoordinasikan dengan baik sehingga proyek tesebut dapat diterima dengan baik secara sosial pada wilayah dan negara dimana lokasi proyek tersebut direncanakan. Khusus untuk proyek yang diperkirakan berdampak besar pada lingkungan, konsultasi yang memadai perlu dilakukan dengan pihak terkait wilayah setempat, seperti penduduk setempat, dengan memberikan informasi yang diperlukan sejak tahap awal dalam mempertimbangkan alternatif rencana proyek. Hasil konsultasi tersebut harus dimasukkan ke dalam rencana proyek.

2. Pertimbangan secara tepat harus diberikan kepada kelompok masyarakat yang lemah seperti wanita, anak-anak, penduduk lanjut usia, penduduk miskin dan minoritas, yang pada umumnya mudah terkena berbagai dampak lingkungan dan sosial serta mungkin hanya memiliki sedikit akses ke dalam proses pembuatan keputusan dalam masyarakat.

Upaya Pemukiman Kembali

1. Kegiatan pemukiman kembali yang harus dilaksanakan serta kerugian yang menyangkut hajat hidup masyarakat perlu diusahakan untuk dihindari dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pengendalian. Namun bila kerugian tersebut tetap tidak dapat dihindari walaupun telah mempertimbangkan alternatif tersebut, langkah-langkah yang efektif untuk mengurangi dampak dan pemberian ganti rugi harus dilakukan berdasarkan persetujuan masyarakat yang terkena dampak.

2. Masyarakat yang terkena pemukiman kembali rudapaksa dan masyarakat yang kehilangan mata pencahariannya harus diberi ganti rugi secukupnya dan didukung oleh penyelenggara proyek, dll., pada waktu yang tepat. Penyelenggara proyek harus berusaha untuk membuat masyarakat yang terkena dampak proyek tersebut dapat memperbaiki tingkat kehidupan, kesempatan memperoleh penghasilan dan tingkat produksi atau setidaknya memulihkan tingkat kehidupan mereka seperti sebelum ada proyek. Langkah langkah untuk mencapai hal ini termasuk menyediakan lahan dan kompensasi material (untuk mengganti kerugian tanah dan harta), mendukung perolehan mata pencaharian alternatif yang bersifat tetap dan menyediakan biaya yang diperlukan untuk relokasi dan membangun kembali komunitas di tempat mereka dipindahkan.

3. Partisipasi yang tepat dari masyarakat yang terkena dampak dan masyarakat sekitarnya harus diberdayakan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dari rencana dalam kasus pemukiman kembali yang harus dilaksanakan termasuk langkah-langkah untuk menghadapi kerugian masyarakat akibat kehilangan mata pencaharian.

Komunitas Suku Terasing/Adat

Ketika suatu proyek kerjasama diperkirakan akan menimbulkan dampak pada komunitas suku terasing/adat, semua hak mereka dalam hal tanah dan sumber alam harus dihormati sesuai deklarasi dan perjanjian internasional. Usaha yang dilakukan untuk memperoleh persetujuan dari komunitas suku terasing / adat harus didasarkan pada informasi yang lengkap.

Pemantauan

1. Sebaiknya setelah proyek dimulai, penyelenggara proyek memonitor apakah ada situasi yang tidak diperkirakan muncul serta apakah kondisi dan efektifitas langkah-langkah mitigasi sesuai dengan prediksi pengkajian dampak. Juga diharapkan mereka mengambil langkah-langkah yang sesuai berdasarkan hasil pemantauan.

2. Pada suatu kasus dimana upaya pemantauan yang ketat dianggap perlu dalam pertimbangan lingkungan dan sosial, seperti pada proyek yang langkah-langkah mitigasinya harus dilaksanakan, maka dalam rangka efektifitas pemantauan tersebut, dalam penyusunan rencana proyek tersebut harus memuat rincian rencana pemantauan yang layak.

3. Sebaiknya penyelenggara proyek mengumumkan hasil setiap proses pemantauan tersebut kepada pihak terkait di lokasi proyek setempat.

4. Apabila ada pihak ketiga memberikan suatu pernyataan secara konkret bahwa pertimbangan lingkungan dan sosial tidak dilakukan sepenuhnya, sebaiknya perlu dibentuk suatu forum untuk melakukan diskusi dan pertimbangan langkah-langkah penanganan berdasarkan publikasi informasi yang cukup dan memasukkan partisipasi pihak terkait ke dalam proses kegiatan proyek yang berkaitan. Sebaiknya persetujuan dapat dicapai sesuai prosedur yang ditetapkan untuk melancarkan penyelesaian masalah.

Apendiks 2. Daftar Ilustrasi Sektor, Karakteristik dan Wilayah Sensitif yang dapat Menimbulkan Dampak

Proyek yang direncanakan terkait dengan sektor yang sensitif, dan mempunyai karakteristik yang sensitif serta berada di wilayah yang sensitif dimana ditunjukkan di dalam daftar ilustrasi ini adalah proyek yang kemungkinan berdampak besar terhadap lingkungan hidup dan sosial. Setiap proyek dikategorikan berdasarkan standar ”kategori A” yang disebut pada ketentuan 2.5 dalam pedoman ini. Kategorisasi tersebut sangat tergantung pada jenis dampak yang ditimbulkan oleh proyek tersebut. Oleh sebab itu, proyek yang tampaknya akan berdampak besar terhadap lingkungan hidup dan sosial dikategorikan sebagai ”kategori A” meski proyek itu tidak termasuk dalam sektor, karakteristik atau wilayah dalam daftar ini.

1. Daftar ilustrasi sektor sensitif yang dapat menimbulkan dampak

Berikut ini adalah sektor skala besar yang sensitif yang dapat menimbulkan dampak

(1) Pembangunan pertambangan

(2) Pembangunan industri

(3) Pembangkit listrik tenaga panas (termasuk tenaga panas bumi)

(4) Pembangkit listrik tenaga air, dam dan waduk

(5) Pengendalian sungai dan erosi

(6) Transmisi listrik dan distribusi listrik

(7) Jalan, rel dan jembatan

(8) Bandar udara

(9) Pelabuhan atau dermaga

(10) Penyediaan air, air bawah tanah dan pengolahan limbah air

(11) Pengolahan limbah sampah dan pembuangannya

(12) Pertanian (termasuk pembukaan lahan berskala besar atau irigasi)

(13) Kehutanan

(14) Perikanan

(15) Pariwisata

2. Daftar ilustrasi karakteristik sensitif yang dapat menimbulkan dampak

(1) Pemukiman kembali skala besar yang harus dilaksanakan

(2) Pemompaan air bawah tanah skala besar

(3) Penimbunan, pembangunan lahan dan pembukaan lahan skala besar

(4) Pembabatan hutan skala besar

3. Daftar ilustrasi wilayah yang sensitif yang dapat menimbulkan dampak

Berikut ini adalah wilayah dan sekitarnya yang sensitif dapat menimbulkan dampak

(1) Taman nasional, wilayah yang dilindungi oleh negara (wilayah pantai, rawa-rawa, wilayah bagi etnis minoritas atau komunitas suku terasing /adat/terpencil dan cagar budaya, dll. yang ditetapkan secara nasional oleh pemerintah pusat) dan wilayah yang dipertimbangkan termasuk dalam kategori wilayah tersebut.

(2) Wilayah yang dipertimbangkan oleh pemerintah pusat atau daerah sebagai wilayah yang perlu pertimbangan khusus. [Lingkungan alam]

• Hutan asli atau hutan alami di wilayah tropis

• Habitat yang penting dari segi nilai ekologi (batu koral, rawa-rawa pohon bakau, pesisir pasang surut, dll.)

• Habitat dari spesies langka yang memerlukan perlindungan di bawah hokum nasional dan perjanjian internasional, dll.

• Wilayah yang rawan penggaraman atau erosi tanah skala besar.

• Wilayah yang mempunyai kecenderungan ditinggalkan oleh masyarakat. [Lingkungan sosial]

• Wilayah yang memiliki keunikan nilai arkeologis, historis dan budaya.

• Wilayah yang dihuni oleh etnis minoritas, komunitas suku terasing/adat, atau perambah hutan yang hidup secara tradisional atau wilayah yang memiliki nilai-nilai sosial secara khusus.

No comments:

PUSTAKA KITA

> MISRIADI BLOG
> OKEZONE
> GAME ONLINE FULLY
> DETIK
> BLOG TARGET
> VIVA NEWS
> DESIGN BLOG
> BIRU BLOG
> LOGO BLOG
> BLOG BASIS BAHASA
> HTML BLOG
> SENIOR BLOG PANUTAN
free counters



website design