Priyo Suprobo, Rektor ITS Surabaya
BILA Malaysia punya menara kembar Petronas di Kuala Lumpur sebagai ikon kebanggaan, Indonesia memiliki Monas dan Jembatan Suramadu. Jembatan sepanjang 5,438 km itu merupakan jembatan terpanjang di Indonesia. Dari sisi panjang bentangannya, Suramadu masuk dalam 15 jembatan terpanjang di dunia.
Jembatan Suramadu dalam sejarah gagasan realisasi juga merupakan simbol sumbangsih pemikiran dan tekad kebangkitan nasional para pemimpin bangsa. Ia digagas sejak 1960-an oleh Ir Sedyatmo (alm) dari ide awal Tri Nusa Bima Sakti. Gagasan tersebut direspons positif oleh Presiden Soeharto (alm) dengan menunjuk Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) B.J. Habibie sebagai ketua proyek pada 1986.
Kemudian, pembangunannya dimulai pada 20 Agustus 2003, yang dicanangkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada hari ini (10 Juni 2009), penggunaannya diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Aspek Teknis Jembatan
Secara teknis, bila semua peraturan dan standar perawatan diikuti, konstruksi jembatan itu akan mampu bertahan hingga tidak kurang dari 50 tahun. Kecepatan angin di sekitar jembatan diperkirakan 20-27 meter/detik. Namun, dimasukkan dalam perhitungan struktur lebih dari dua kali lipatnya. Direncanakan, kalau ada angin kencang atau membahayakan, bisa dipasang komponen pengendali angin atau operasi jembatan berhenti sementara/lalu lintas ditutup.
Prosedur operasi dan perawatan teknis jembatan secara standar yang telah ada selama ini di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum (Ditjen Bina Marga) tentu akan ditambah sehingga lebih lengkap. Ini perlu dilakukan karena konstruksi jembatan berada di atas laut yang rawan korosi atau karat serta kondisi cuaca lainnya. Apalagi di bawah jembatan itu juga dimanfaatkan jalur lalu lintas laut yang perlu dijaga kelangsungannya secara aman dan nyaman.
Biaya perawatan jembatan tersebut diperkirakan 27 miliar per tahun. Bila dibagi merata, biaya perawatan adalah sekitar 2,25 miliar per bulan atau 75 juta per hari. Dengan asumsi tarif ”promo” mobil Rp 35 ribu dan sepeda motor di kisaran Rp 3 ribu-3,5 ribu, maka diasumsikan bahwa biaya perawatan akan dapat diperoleh dari jumlah mobil dan motor yang lewat sekitar masing-masing 2.000 unit per hari.
Hal itu tentu sudah berada di dalam jangkauan skala ekonomis, mengingat bahwa jembatan tersebut diperkirakan akan dilintasi 4.000 mobil dan 8.000-9.000 motor per hari sesuai dengan kapasitas normal kapal feri penyeberangan sebelumnya.
Uji coba pada bentang tengah untuk mengetahui lendutan telah dilakukan secara nyata beberapa hari yang lalu. Yaitu, dengan menjalankan truk trailer berkapasitas 40 ton/unit yang berjalan secara beriringan pada dua sisi jembatan di tengah bentang jembatan dan alhamdulillah aman. Meski demikian, beban bentang tengah jembatan perlu dipertahankan agar tidak melebihi kapasitas maksimumnya (1,25 persen dari uji coba awal).
Hal itu berarti harus dihindari terjadinya kemacetan yang lama dan lebih dari sekitar 50 mobil penumpang (dengan asumsi rata-rata beratnya satu ton) pada bentang tengah pada masing-masing sisi. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu monitoring terhadap kelancaran arus secara otomatis pada pintu masuk jembatan untuk menentukan pola antreannya serta penanganan kecelakaan cepat atau proses evakuasi singkat. Termasuk jika terjadi kebakaran di atas jembatan. Kekhawatiran perihal gempa bumi pun telah diantisipasi pada jembatan itu, dengan memasukkan beban gempa ke dalam perhitungan stukturnya.
Pengembangan Ekonomi
Sebagaimana pembangunan infrastruktur lainnya, dampak pembangunan Jembatan Suramadu itu terhadap faktor ekonomi dan budaya masyarakat sangatlah besar. Ini mengingat jembatan tersebut menghubungkan dua daratan dengan kultur dan kemajuan ekonomi yang berbeda. Surabaya sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi Jatim dengan Madura seakan-akan menjadi kota satelit extention dari Surabaya.
Bila selama ini sering terkesan Pulau Madura agak tertinggal dari wilayah lain yang ada di Jawa Timur, maka dengan adanya jembatan baru ini, diharapkan kesenjangan tersebut dapat dihilangkan.
Penelitian dari ITS menunjukkan bahwa industri-industri potensial yang bisa dikembangkan menurut indeks penyebaran dan indeks kepekaan pasca-Jembatan Suramadu adalah industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri logam dasar (di Bangkalan), industri kertas dan barang cetakan (di Sampang), industri alat angkut mesin dan peralatannya (di Sumenep).
Dari data potensi lainnya yang belum tergali, maka hasil sektor pertaniannya, terutama tembakau, industri makanan dan minuman, serta garam dan lain-lain diharapkan bisa menjadi supporting bagi industri besar yang dikembangkan menjadi kluster industri tertentu. Adanya kluster industri ini akan mampu mengombinasikan kekuatan ekonomi modal besar dengan kemampuan ekonomi masyarakatnya.
Kita berharap, Jembatan Suramadu dapat digunakan untuk mempercepat dan memperluas pembangunan di Pulau Madura. Menilik sejarah kebudayaannya, banyak sekali kearifan lokal dan jiwa religius masyarakatnya. Sehingga, ”arah dan kecepatan” pembangunan di sana harus benar-benar diperhatikan. Kesalahan arah pembangunan dapat berakibat penolakan atau resistensi masyarakatnya.
Kecepatan yang sesuai akan dapat memberikan dampak positif bagi percepatan tingkat kesejahteraan masyarakatnya sehingga berdampak positif pula bagi Provinsi Jawa Timur. Kecepatan pembangunan juga diperlukan agar tetap memberikan sumbangan positif terhadap lingkungan dan kehidupan, baik bagi lingkungan alam, budaya, maupun kehidupan religiusnya.
Read more...