Syarif Hasan, Ketua Fraksi Demokrat di DPR merasa dikhianati. Karena itu, dia “mencak-mencak” dan berniat mengaku kepada pimpinan Partai Demokrat. Sementara wajah Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo malah sebaliknya. Dia terlihat senyum terus dan berseri-seri karena usulan fraksinya didukung mayoritas fraksi di DPR.
“Saya kecewa berat dengan Golkar. Katanya solid mendukung pemerintah dan selalu berada di depan membela pemerintah, ternyata tidak konsisten. PPP juga mengecewakan, PAN dan PKB juga,” tegas Syarief Hasan, usai rapat paripurna di gedung DPR, kemarin.
Kenyataan pahit itu, kata dia, merupakan pelajaran bagi Demokrat ke depan. Yang namanya koalisi, harusnya pegang komitmen tapi nyatanya tidak ada. “Demokrat akan lakukan evaluasi, saya akan lapor pada ketua umum tentang kondisi koalisi yang sekarang,” kata Syarief.
Dalam rapat paripurna kemarin, hanya empat fraksi yang menyatakan tidak setuju dengan penggunaan hak angket DPT yakni Demokrat, PKS, PBR dan PDS. Sedangkan enam fraksi lainnya menyetujui, yaitu Golkar, PDIP, PPP, PAN, PKB dan BPD. Setelah divoting, hasilnya, dari 203 anggota DPR yang hadir, 129 orang setuju angket, 73 tidak setuju dan satu orang abstain.
Usulan hak angket tentang DPT disuarakan oleh Fraksi PDIP. Jubir Fraksi PDIP Hasto Kristianto yang juga inisiator hak tersebut mengatakan, persetujuan harus dimaknai sebagai bentuk penyelamatan demokrasi di Indonesia. “Ini menjadi prasasti penting agar pemerintah dan KPU benar-benar menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah pelecehan atas hak warga negara yang seharusnya dilindungi,” kata Hasto.
Syarif Hasan menyesalkan sikap fraksi-fraksi DPR yang menyetujui angket DPT. Soalnya, masalah DPT harusnya menjadi tanggung jawab KPU, bukan pemerintah. Jadi, secara substansi, salah kalau masalah itu dimintakan pertanggungjawabannya kepada pemerintah.
Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintah tetap harus bertanggung jawab terhadap manipulasi data hak pemilih. Ia merasa bangga usulan hak angket yang dipelopori fraksinya disetujui DPR.
Menurut Tjahjo, data pemilih pemilu legislatif 2009 asalnya dari pemerintah. Kalau angket DPT untuk menyelidiki penyimpangan itu disetujui DPR, maka secara politis, DPR telah sepakat bahwa hak pilih rakyat dimanipulasi.
“Setelah persetujuan ini, DPR akan bentuk Pansus Hak Angket DPT dan akan memanggil pihak-pihak yang berkompeten, mulai dari presiden hingga lurah bisa kita panggil, kalau pemerintah tak bisa mempertanggungjawabkan ya bahaya,” tegas Tjahjo.
Bukankah sebentar lagi DPR hasil pemilu 2004 bubar? Tjahjo langsung menukas, “Hak ini harus jalan terus. Meskipun masa bakti berakhir Oktober, tapi kalau penyelidikannya belum selesai harus dilanjutkan oleh DPR hasil pemilu 2009.”
Masalah kisruh data pemilih, katanya, bukanlah hal bisa yang dianggap remeh dan dipandang sebagai persoalan teknis administratif semata. Daftar pemilih adalah daftar rakyat yang berdaulat. Karenanya, penghilangan hak memilih, lebih-lebih terjadi secara sistemik dan masif, adalah pelanggaran konstitusi yang tidak bisa dibiarkan.
Namun PPP merasa nggak bermaksud “mengerjai” SBY dan Demokrat. Mereka juga tak mau disebut telah mengkhianati koalisi.
“Tidak benar (pengkhianatan). Saya tekankan, kami memang partai adem ayem tapi kami konsisten menjalankan amar maruf nahi munkar. Kita juga tidak pernah main di dua kaki, karena memang tidak ada hubungannya mendukung SBY dengan hak angket DPT,” kata anggota DPR dari Fraksi PPP Epyardi Asda.
Dia menegaskan, alasan partainya mendukung hak angket untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. “Kita tetap mendukung SBY pada Pilpres 2009, tetapi dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan benar kita menjalankan amar maruf nahi munkar,” tegasnya.
Epyardi mengatakan, partainya melihat ada hak konstitusi, hak rakyat yang dilanggar. PPP komitmen menjalankan amalan yang benar itu benar yang salah itu salah. Artinya dukungan terhadap SBY jalan terus tapi bukan berarti mengabaikan yang benar.
Menurutnya, persoalan DPT bukanlah kesalahan SBY karena ini berkaitan dengan pemerintah termasuk juga JK di dalamnya. Dia membantah kalau dukungan PPP terhadap hak angket dianggap sebagai pengkhianatan terhadap koalisi.
Sementara, anggota Fraksi PAN Sayuti Assyathri menyatakan partainya setuju sebagai bukti sikap partainya tetap kritis. “Kita tetap memperjungkn agenda demokrasi, dimanapun, PAN berkoalisi, sikap kritis tidak pernah hilang. Ini menunjukan koalisi tidak pernah membuat PAN tersandera memperjuangkan kepentingannya,” kata Sayuti.
Kata anggota Komisi II itu, klarifikasi kisruhnya data pemilih sangat diperlukan untuk menjamin kualitas pilpres mendatang.
“Koalisi tidak akan terganggu, kita harus memaknai secara profesional. Koalisi tidak berdasarkan prinsip yang melemahkan, tapi harus saling membuat legitimasi,” katanya.
Anggota Fraksi PAN lainnya, Didik J Rachbini menyatakan hak angket merupakan hak bertanya dan itu biasa. Jadi, fraksinya menerima bukan sebagai bukti penentangan, tapi proses politik. HPS/DHN/WHY
No comments:
Post a Comment