Apa?!! Pandu tembak Fara?! Tidak... Ini tidak mungkin!! Dan tidak tanggung-tanggung lagi, Pandu mengatakan cintanya padaku di tengah-tengah taman fakultas sambil bawa boneka teddy bear dan sebuket bunga mawar merah. Apalagi Pandu menembakkku melalui salah satu reality show Katakan Cinta Mu! Oh my God...
Yang bikin heboh di kampusku sendiri bukan hanya acaranya dan kameramen yang ada di sekeliling kami, tapi Pandu berani mengatakan cintanya itu di depan pacarku, Randy. Aku dan Randy sudah pacaran semenjak seminar di Bandung dulu. Kami berdua cinta lokasi karena sama-sama jadi panitia di seminar itu. Tapi siapa peduli cinta lokasi atau tidak, yang pastinya sekarang aku dan Randy berpacaran dan sekarang Pandu merusaknya dengan membuat seantero kampus heboh dengan tingkah konyolnya itu.
Tak banyak yang tahu, aku dan Pandu memang menyimpan kenangan di masa lalu. Kami berdua ......... Saat SMP . . . . Aku Fara, gadis manis (katanya) yang menikmati hidup (yang ini pengakuanku). Aku masuk di kelas yang terkenal berandalnya dari tahun-tahun lalu yaitu kelas 2-4. Di awal minggu aku selalu duduk tanpa teman karena tak ada teman yang kukenal. Namun seminggu kemudian, akhirnya ada juga yang mau duduk denganku. Namanya Gita. Gita itu manis, cantik, dan pintar pula!! Siapa sih yang tidak mau sama Gita?. Aku juga bingung, kok dia mau duduk denganku yang walaupun sedikit manis tapi otaknya pas-pasan ini?!
Waktu pun terus berjalan, tak terasa sudah satu bulan aku di kelas 2-4. Aku mulai akrab dengan teman-teman, khususnya dengan anak laki-laki. Mungkin pengaruh dari Gita yang duduk disampingku... ya... dia memang bagai magnet bagi teman-temanku itu... dan terkadang aku pun tahu mereka hanya mendekatiku untuk mengorek keterangan tentang Gita... Huh... malangnya nasibku... Tapi berteman dengan mereka ada untungnya juga karena merekalah yang membawaku berjumpa dengan cinta pertamaku, Pandu.
Awalnya aku belum suka dengannya, aku suka dengan seseorang bernama Juned. Dia baik, ganteng dan gaul pula. Saat aku memulai percakapan dengannya... tatapan matanya..... bibirnya... suaranya... Setiap hari yang kulalui pun jadi penuh warna-warni ceria karenanya... Dan aku pun menceritakan semua ini pada Gita yang telah menjadi sahabat dekatku.
Awalnya dalam setiap ceritaku, aku hanya menyebut Juned si “pria pujaan”, namun karena gejolak perasaan yang tak lagi dapat terbendung dan desakan Gita, aku pun mengatakan siapa pria pujaanku itu. Setelah kuceritakan bahwa Junedlah orangnya, wajah Gita langsung berubah kaget bercampur sedih. Dan tak ku sangka ternyata Gita adalah pacarnya Juned. Dia sendiri yang bicara begitu. Aku sangat malu dan bersalah karena aku pernah bilang bahwa aku ingin mencoba menyingkirkan pacarnya Juned yang ternyata adalah sahabatku sendiri, Gita. Akupun meminta maaf pada Gita dan meyakinkannya bahwa dia pantas menjadi pacar Juned karena berjuta kalebihan yang ada pada dirinya, dan akupun mengaku mundur dari perjuanganku selama ini. Aku sadar persahabatanku dengan Gita lebih berharga.
Tak lama saat aku bicara empat mata dengan Gita tentang Juned, Pandu memanggilku. . . “Far, gw minjem handphone lo dong!! Gw mo main, please” kata Pandu. “ye... tapi jangan sampai low bat, awas kalau hpku mati!” kataku. Pandu memang orang yang paling menyukai permainan Naruto yang ada dalam handphone-ku. Dia itu pecinta Naruto. Setiap hari dia meminjam handphoneku hanya untuk bermain Naruto. . . Naruto . . dan Naruto. Jika dia sedang bermain Naruto, apa saja yang akan ingin ditanyakan pasti dia jawab dengan jujur.
Pandu adalah sahabatku dari kecil. Kami berdua sering bertengkar tentang hal-hal yang kadang tidak penting, tapi kami berdua juga sangat dekat seperti kakak adik. Banyak teman yang sering mengatakan bahwa kami seharusnya berpacaran saja. Hari-hari pun berlalu aku mulai bisa melupakan Juned, apa mungkin karena adanya Pandu yang setia menemaniku. Aku memang nyaman berada di dekatnya dan merasa tenang saat ia menghiburku. Dan aku pun mulai sadar ternyata... aku jatuh cinta padanya... kali ini perasaan yang lebih dalam dari perasaanku ke Juned, aku yakin betul itu. Tapi saat aku mulai menyadarinya, sayangnya Pandu sudah mempunyai pacar yang bernama Acha, anak kelas 2-8.
Saat ia sedang asyik bermain Naruto, aku memebranikan diri untuk bertanya padanya... “ndu... kalo ada yang suka sama lo gimana?” kataku sambil memperhatikan matanya yang indah itu. “tergantung ya...!!! tapi gw masih setia sih sama Acha... en sori aja kayanya yang suka gue harus mundur deh...” kata Pandu sambil menjelaskan. Kenyataannya Pandu dan Acha memang masih berhubungan baik!! Aku sangat iri melihat mereka berdua. Setiap kali Pandu dan Acha jalan berdua depan kelas, hatiku rasanya terbakar oleh api neraka. Dan rasanya aku ingin meyingkirkan perempuan itu dari Pandu!! Akhirnya saat itu pun datang, sebelum aku melancarkan aksiku untuk menyingkirkan Acha, Pandu dan Acha putus.
Aku senang setengah mati!! Aku tak bisa menyembunyikan rasa senangku, aku senyum-senyum sendiri dan berteriak seperti orang gila. “kenapa lo? aneh banget, gila ya lo?” kata Nuri heran. “ya mirip sih ... tapi gimana nggak gila, secara... pangeran Pandu sudah putus sama Acha!!! Gimana nggak seneng dia!!” kata Gita menjelaskan. “Caiiillleeeee faraaaa udeh tembak aja tu si Pandu buru dari pada Pandu nembak Acha lagi, udeh cepet atuh far cepet!!!” kata Nuri bersemangat sambil menyenggol pundakku dengan tersenyum. “Tunggu aja dikit lagi. Gue nggak mau Pandu jadi ilfeel sama gue. Gue kan sobatan baik sama dia dari kecil. Kita coba perlahan-lahan aja, oke!! ” kataku menjelaskan sambil memikirkan trik apa yang bisa membuat Pandu tergila-gila padaku.
Besok paginya di sekolah . . “Far, gawat Far!! Semua orang sudah tahu kalo lo suka sama Pandu!!!” kata Gita panik. “APAAAAA!!!!!! Gawat banget!!!! Duh gimana nih!!!” kataku panik Aku tak menyangka ada yang membocorkan rahasia ini. Karena dulu ketika teman-teman menjodohkanku dengannya aku membantah mereka, lalu sekarang mereka malah tahu kalau aku suka Pandu. Duh malunya diriku!!! “Gimana nih, gue takut banget!! Mau taruh di mana muka gue? Otomatis pasti keharuman nama Fara Angelica akan hancur!!!!” kataku pada Gita. “Ya..elah Far, lo takut masih aja narsis begitu?” balas Gita.
Keadaan bertambah gawat karena keesokan harinya Pandu mendatangiku dan langsung bertanya mengenai hal ini. “Far, emangnya gossip yang beredar itu bener?” tanya Pandu. “a . .a . .a . . kata siapa? Siapa sih yang nyebarin itu gossip? Maklumlah artis, jadi banyak yang gosipin... Lagi pula gue tau ko kalo lo masih suka sama Acha, jadi nggak mungkin dong gue ngeganggu perjuangan lo, ya kan?” kataku mengelak. “bener juga ya!! Tapi bener kan itu nggak bener?” kata Pandu sambil menaikan alisnya sebelah. “bener kok enggak!!!” kataku berseru dan agak sedikit marah. “ohh... ya sudah kalo gitu!! Gue cabut dulu !!” kata Pandu membalas.
Haaah... akupun bisa bernafas lega... Untungnya Pandu sama sekali tidak curiga tentang gossip yang faktanya benar 100% itu. Aku memendam perasaanku dan menjalani semuanya ini sampai akhirnya gossip yang beredar itu pun menghilang. Naik kelas 3, aku tidak lagi sekelas dengannya. Pandu masuk kelas 3-4 dan aku masuk di 3-7. Walaupun begitu, perasaanku belum hilang, tiap pagi aku suka memandangnya dari jauh. Dan yang paling kusuka adalah senyumannya, dia punya lesung pipi yang sangat manis... mata dan alisnya yang tebal, tingginya yang semampai... oh... Ya.. ampun, mengapa aku terlambat menyadari ini!! Aku mulai dibutakan oleh perasaanku, gelisah tak menentu aku dibuatnya...
Akhirnya aku bertekad menembak Pandu!! Malam sebelum menembak Pandu, aku menyusun kata-kata sambil berdiri di depan cermin. Lalu aku menelepon Gita mengenai rencanaku ini... “Aduh, Git...gimana nih gue takut besok Pandu nolak dan malah jauhin gue kalo gue tembak dia!?” kataku dengan nada sedih. “ya udahlah lo siap mental aja deh, yang penting kan lo dah nyatain perasaan lo...” kata Gita menghiburku. Benar juga kata Gita, dari pada perasaan ini terus menghantuiku, lebih baik aku mengatakannya, diterima atau ditolak urusan belakangan, yang penting beban ini terlepaskan dariku...
Besoknya . . . . . “hallo, bisa bicara dengan Pandu?” sapaku lembut. “ini dari siapa ya?” kata orang yang menjawab. “ini Fara. Bisa bicara dengan Pandu?” tanyaku. “ya ini Pandu!! Fara ya??! kenapa Far, tumbenan lo telpon gue. Ada apaan? pasti pengen minta jambu gue yang lagi berbuah ya...dasar lo far kalo makanan cepet aja taunya...” tanyanya. “Enak aja...gue bukan mau minta jambu kok mentang-mentang gue yang abisin jambu lo waktu rujakan dulu... huuuh dasar, masih inget lagi!!!
Aa...emm..aaa..emm..gue cuma mau bilang...eh engga... gue cuma mo tanya besok ada PR nggak? Soalnya gue tadi nggak masuk!” kataku gemetar. “dih, bukannya kita udah nggak sekelas lagi? Aneh lo!” jawab Pandu. “hehe...bener juga, kok jadi lu yang gue telepon, ok deh makasih untuk peringatannya yaa . .. Daaa!!” kataku sambil cepat-cepat menutup telepon karena menyadari kebodohanku.
“Uuuuhh bego...bego...kok bisa salah tingkah gini sih?”teriakku. Setelah menutup telepon aku kembali berpikir, kayaknya aku tidak yakin bisa jadi pacarnya Pandu karena aku tahu bagaimana perasaannya pada Acha, dia sepertinya sangat cinta dan sayang sama Acha dan mungkin dia tidak akan melepaskan Acha dengan begitu saja. Lalu aku telepon Even, sahabat lain yang juga dekat denganku untuk menceritakan hal ini. Even itu teman sekelasku dan dia itu pacarnya Renya sahabatnya Pandu jadi dia kenal banget sama Pandu karena itu aku ingin tahu apakah dia punya solusi atas masalahku ini. “Far, kenapa lo nggak cari orang lain aja sih... Mungkin dengan itu lo bisa ngelupain si Pandu? Atau kalo emang ga dapet juga, ya lo harus susun strategi buat dapetin dia... dari pada lo tambah kurus kerempeng kaya toge mikirin dia mulu...” sarannya. “ko toge sih?? Toge kan bantet??” balasku. “siapa bilang, lo tau toge layu yang udah kecil mengkerut lagi, persis banget sama muka lo selama seminggu ini”, katanya sambil tertawa.
Saran Even ada benarnya juga, mungkin aku harus mencari orang lain... aku teringat Pandulah yang telah membuatku lupa akan Juned, jadi aku juga harus mencari orang yang bisa membuatku melupakan dirinya... “ya, daripada terus menjadi toge seperti kata Even... ih, amit-amit deh, bisa turun pasaranku kalau terus begitu,” kataku dalam hati.
Lalu aku mulai mencari orang lain yang menarik perhatianku, tapi ternyata hasilnya NOL. Aku masih saja memikirkan Pandu. Tidak ada yang bisa menggantikan dirinya, pikirku. Dia terlalu sempurna untuk digantikan dengan orang lain. Lalu seorang teman yang tahu akan kesedihanku mengajakku jalan-jalan. Kami pergi ke salah satu taman rekreasi di pusat kota. Aku sangat merasa terhibur dan menikmatinya, namun disela-sela kegembiraanku aku mendapatkan kabar yang menyedihkan bahwa Even, konsultan terbaikku, mengalami sebuah kecelakaan!!!!! Aku langsung ke RS Bakti Walyuda, tempat Even dirawat. Dia kritis selama 5 hari. Kata dokter dia mengalami benturan keras yang membuat tengkoraknya mengalami retak yang serius!! Kasihan sekali dia...
Sambil menjaga dia di rumah sakit, aku mulai memikirkan kata-kata Even, bahwa ada dua pilihan atas masalahku, karena pilihan pertama tidak berhasil maka aku harus melanjutkan ke pilihan kedua, yaitu menyatakan perasaanku pada Pandu... “ya ampun, jaga orang sakit ko malah mikirin diri sendiri”, aku tersadar dari lamunanku...
Hari-hari berlalu... Akhir-akhir ini Pandu sering buang muka dari pandanganku. Aku tidak tahu apa penyebabnya karena akupun sudah mulai jarang berkomunikasi dengannya. Karena merasa tidak nyaman, aku memberanikan diri untuk bertanya padanya... “Gitu ya cara anak 2-6 berkomunikasi... pake acara buang muka lagi, kaya ketemu alien aja!!! Dasar!!” kataku menyeletuk ke Pandu. “Yee... Far... bukannya begitu... tapi gue lagi banyak urusan jadi sorry banget!!” katanya menjawab sambil berjalan. Apa?! Jadi hanya itu saja tanggapan darinya? Aku mau lebih!!!! Aku mau celetukanku tadi bisa dilanjutkan ke obrolan yang lebih lama!! Tapi dia hanya mengucapkan satu kalimat yang tidak bermutu!! Sudah cukup...aku tak tahan lagi, nanti sore aku harus membicarakan hal ini dengannya...
Sorenya, aku membulatkan tekad untuk menelepon Pandu... Dan . . . “Hallo . .bisa bicara dengan Pandu?” kataku membuka pembicaraan. “Fara ya... ini tante, ibunya Pandu. Apa kabar, far?” tanya mamanya Pandu. “baik tante...Pandunya ada tan? Tanyaku. “Ohh..Pandunya ada no...lagi mandi, udah tunggu aja dulu sebentar ya..”, jawab ibunya. “eh . . iye ni Pandu ude selese mandi” kata ibunya memberi tahukan, sambil memanggil Pandu. “hallo... ini siapa?” kata Pandu menyapa. “ini Fara . ndu gue mo ngomong soal... eh, lu udah punya pacar belom?” kataku bertanya. “belom . .mang kenapa?” katanya. “nggak... gue mo ngomong banyak banget.” Kataku sambil pikir bagaimana cara menyampaikannya. “eh Far, sorry gue tutup dulu soalnya gue mo ganti baju. Ini gue nerima telepon masih sexy ni, cuma pake handuk doang. Sorry ya . .” katanya sambil tertawa. “oh . . ya ampun lo belom pake baju? Ihhh . . udah deh pake baju dulu nanti gue telepon lagi ok! Bye” kataku sedikit tertawa sambil menutup telepon. “bye” katanya menutup.
Tak lama setelah aku menutup telepon, telepon pun berdering kembali. Ternyata dari Renya, ia menyampaikan berita duka bahwa Even telah meninggal lima menit yang lalu. Aku pun tak kuasa meneteskan air mataku, Even yang selama ini setia mendengarkan keluh kesahku sudah pergi... Lalu aku dijemput Renya dan ke pemakaman Even. Sesampainya di sana, Renya lima kali jatuh pingsan karena tak tahan melihat Even berbaring di atas peti mati. Setelah dikubur, aku bicara pada Even dan sambil menebarkan bunga . . Even, seandainya kamu masih hidup, aku kan bisa terus curhat sama kamu!! Aku masih butuh nasihat-nasihatmu juga solusi atas masalahku!! Tapi sekarang engkau telah di surga, mudah-mudahan kamu tenang di sana ya!!
Aku sadar tak bisa terus tenggelam dalam kesedihan seperti ini dan mulai melanjutkan hidupku... Keesokan harinya terlintas lagi dalam pikiranku untuk meneruskan tekad yang sempat terhambat waktu itu... ya, aku harus melakukannya, aku harus mengutarakan perasaan yang sudah sekian lama terpendam pada Pandu...
Kira-kira jam 3.00 sore aku pergi ke telepon umum. “hallo, selamat sore...” sapaku lembut. “sore... Kenapa Far?” kata Pandu menyapa kembali. “ehmm... ya... langsung aja deh, lu udah punya pacar?” kataku bertanya. Seluruh tubuhku gemetar, jantungku berdegup kencang karena kalimat yang baru saja kulontarkan pada Pandu. “kayaknya pertanyaan lo dari kemaren itu terus, mang kenapa?” katanya. “ndu, gue mau mengatakan seusatu, tapi janji jangan marah ya!! Gue...gue... suka sama lo sejak kelas dua. Sebenarnya gossip yang waktu itu beredar juga benar, tapi karena gue ga berani terus terang sama lo, gue bilang kalo itu semua ga bener. Maaf ya, ndu... Mungkin lo akan ngerasa ilfeel sama gue, tapi karena gue sangat sayang dan cinta sama lo jadi gw mau lo jadi pacar gue. Tapi kalao pun lo nolak, gue mau persahabatan kita jangan putus ya...” kataku gemetar, kontan semua tubuhku terasa dingin, seperti mayat hidup. “duh... gimana ya gue gak bisa jawab sekarang. Nanti malam gue SMS lo aja ya! Lu bakalan terima apa adanya kan?” balasnya lembut. “Yap... no problem gue bakal nunggu lo! Cepet SMS, ok! Makasih ya . .Bye” kataku semangat sambil mengucapkan salam tutup untuk sang pangeran.
Setelah menelepon aku sangat senang. Loncat-loncat, teriak dan lain-lain. Sampai orang lain sangka aku seperti orang gila. Sampai ditegur hansip yang jaga dekat telepon umum. Duh malu banget tapi aku senang, perduli amat sama pandangan orang yang penting beban di pundakku sudah hilang...legaaa....
Waktu menunjukkan pukul 7.00 malam, sejak menelepon Pandu tadi sore aku hanya bisa berguling di atas tempat tidur sambil menggenggam hpku. Tiba-tiba... TETOLET TOLET... itulah bunyi suara HandPhone-ku bila SMS datang. Saat ku buka ternyata dari Pandu ... Mungkin ini jawaban yang menyakitkan. Dan ini mungkin akan mengecewakan kamu. Maaf banget ya Fara aku nggak bisa jadi Pacarmu. Aku masih cinta Acha, walaupun dia agak membuatku sedikit kecewa tapi aku masih mengharapkannya. Jadi jangan marah ya... We’re still friend, right :-)
Tetes... demi tetes air mataku mengalir... Aku merasakan sakitnya hatiku dan aku mulai ada rasa benci tapi aku tahu bahwa sudah seharusnya aku siap akan kenyataan ini. Lalu aku membalas SMS-nya... Ya... nggak apa-apa aku tau kok kamu masih cinta Acha. Memang rasanya sedikit sakit, tapi aku wanita yang kuat dan tegar untuk menerima apa pun jawabanmu. Aku yakin suatu saat nanti, kita akan menemukan Cinta sejati kita masing-masing. ok! Makasih ya...
Tak terasa sudah berapa banyak air mata yang jatuh di pipiku, mungkin kalau dikumpulkan cukup membuat Jakarta banjir. Setiap hari aku masih merasakan luka dihatiku... Aku yang bilang padanya bahwa kami akan bersikap seperti biasanya, tapi kenyataannya aku tidak cukup tegar untuk melanjutkan hidupku dengan ceria lagi.. Setiap dia lewat kelasku atau lewat depan mukaku, aku hanya bisa tundukkan kepalaku atau pura-pura tidak melihatnya. Itu semua yang kulakukan hingga sampai lulus sekolah dan kami pun lama tak bertemu lagi.
Karma? Pandu sebenarnya sudah tahu lama kalau Fara memendam perasaan terhadap dirinya. Namun ia selalu menolak perasaan yang juga tumbuh di hatinya karena memegang prinsip bahwa Fara adalah sahabat dari kecil dan ia tidak ingin merusak persahabatan yang selama ini sudah terjalin. Akhirnya ia pun harus mengubur jauh-jauh perasaannya. Karena itu, ia mencoba menjauhi Fara dengan berpacaran dengan Acha.
Namun tanpa sadar, perasaan cinta itu bersemi kembali saat mereka berdua sudah masuk universitas dan bertemu kembali di pensi yang diadakan di SMP mereka. Pandu terpesona akan sosok Fara terlihat semakin matang dan dewasa. Juga semakin manis. Ia kembali menginginkan Fara. Bagai ditusuk tepat diulu hati, Pandu melihat Fara dengan mesranya menggandeng seorang laki-laki. Laki-laki yang sangat menyayangi Fara. Laki-laki yang sepertinya pantas untuk Fara. Tidak seperti dirinya yang termakan oleh prinsip yang membuatnya susah sendiri... Rasa bersalah itu kembali menghantui Pandu. Ia sadar inilah karma yang harus ditanggung. Kini, ia siap untuk menerima segalanya, Fara sudah bersama orang lain.
Akhirnya . . . Aku memandang jam besar di taman fakultas dengan gelisah. Hari ini hari minggu, tepat seminggu setelah Pandu menyatakan cintanya padaku. Ia juga sudah menjelaskan bahwa sebenarnya ia pun mencintai aku dan selama ini ia tidak bisa melepaskan bayangku dari pikirannya. Perasaan yang mungkin hampir sama dengan perasaanku sendiri. Hanya saja aku beruntung menemukan Randy yang sekarang sangat menyayangiku dan aku pun mulai mencintainya. Sehingga aku sudah menutup kisahku dengan Pandu. Pandu memberikan waktu seminggu untuk menjawab pertanyaan yang membuatku benar-benar pusing. Karena jauh dilubuk hatiku, aku tahu kalau aku pun masih menyimpan rasa cinta untuknya... Tapi, kenapa baru sekarang ia menceritakannya, setelah semua sudah terlambat, setelah aku bertemu dengan Randy, pacarku.
Tidak! Tidak! Randy terlalu baik untuk menjadi korban dari kisah lalu kami berdua. Dari kejauhan, aku dapat melihat Pandu melangkah ke arahku dengan tegap dan mantap. Setelah duduk di sampingku ia langsung bertanya... “Bagaimana, Far?” katanya tanpa basa-basi. Aku tersenyum dan hanya memandang wajah Pandu dengan seksama. Wajah yang pernah mewarnai masa-masa SMP dulu.
Perlahan, aku ingin mengucapkan sesuatu tapi telunjuk Pandu menahan bibirku. “ssttt,” bisik Pandu. Aku melihat matanya berkaca-kaca menahan air mata yang bersiap-siap untuk membasahi wajahnya. Namun, Pandu tersenyum. Ia bangkit dan berkata lembut... “nggak apa-apa kalau kamu nggak suka aku, yang terpenting dari semuanya kamu sudah mengetahui perasaanku ke kamu dan sekarang kita sudah jujur akan perasaan kita masing-masing”.
Aku memandang Pandu dengan nanar. Aku masih teringat kata-kata itu. kata-kata yang mirip dengan apa yang kuucapkan padanya waktu dulu. Kami berdua kena karma karena ketidakjujuran kami. Pandu tersenyum untuk terakhir kalinya dan ia pun berlalu. Dan dia menoleh kearahku untuk terakhir kalinya. Lalu kembali berjalan. Kali ini untuk selamanya ...
Yang bikin heboh di kampusku sendiri bukan hanya acaranya dan kameramen yang ada di sekeliling kami, tapi Pandu berani mengatakan cintanya itu di depan pacarku, Randy. Aku dan Randy sudah pacaran semenjak seminar di Bandung dulu. Kami berdua cinta lokasi karena sama-sama jadi panitia di seminar itu. Tapi siapa peduli cinta lokasi atau tidak, yang pastinya sekarang aku dan Randy berpacaran dan sekarang Pandu merusaknya dengan membuat seantero kampus heboh dengan tingkah konyolnya itu.
Tak banyak yang tahu, aku dan Pandu memang menyimpan kenangan di masa lalu. Kami berdua ......... Saat SMP . . . . Aku Fara, gadis manis (katanya) yang menikmati hidup (yang ini pengakuanku). Aku masuk di kelas yang terkenal berandalnya dari tahun-tahun lalu yaitu kelas 2-4. Di awal minggu aku selalu duduk tanpa teman karena tak ada teman yang kukenal. Namun seminggu kemudian, akhirnya ada juga yang mau duduk denganku. Namanya Gita. Gita itu manis, cantik, dan pintar pula!! Siapa sih yang tidak mau sama Gita?. Aku juga bingung, kok dia mau duduk denganku yang walaupun sedikit manis tapi otaknya pas-pasan ini?!
Waktu pun terus berjalan, tak terasa sudah satu bulan aku di kelas 2-4. Aku mulai akrab dengan teman-teman, khususnya dengan anak laki-laki. Mungkin pengaruh dari Gita yang duduk disampingku... ya... dia memang bagai magnet bagi teman-temanku itu... dan terkadang aku pun tahu mereka hanya mendekatiku untuk mengorek keterangan tentang Gita... Huh... malangnya nasibku... Tapi berteman dengan mereka ada untungnya juga karena merekalah yang membawaku berjumpa dengan cinta pertamaku, Pandu.
Awalnya aku belum suka dengannya, aku suka dengan seseorang bernama Juned. Dia baik, ganteng dan gaul pula. Saat aku memulai percakapan dengannya... tatapan matanya..... bibirnya... suaranya... Setiap hari yang kulalui pun jadi penuh warna-warni ceria karenanya... Dan aku pun menceritakan semua ini pada Gita yang telah menjadi sahabat dekatku.
Awalnya dalam setiap ceritaku, aku hanya menyebut Juned si “pria pujaan”, namun karena gejolak perasaan yang tak lagi dapat terbendung dan desakan Gita, aku pun mengatakan siapa pria pujaanku itu. Setelah kuceritakan bahwa Junedlah orangnya, wajah Gita langsung berubah kaget bercampur sedih. Dan tak ku sangka ternyata Gita adalah pacarnya Juned. Dia sendiri yang bicara begitu. Aku sangat malu dan bersalah karena aku pernah bilang bahwa aku ingin mencoba menyingkirkan pacarnya Juned yang ternyata adalah sahabatku sendiri, Gita. Akupun meminta maaf pada Gita dan meyakinkannya bahwa dia pantas menjadi pacar Juned karena berjuta kalebihan yang ada pada dirinya, dan akupun mengaku mundur dari perjuanganku selama ini. Aku sadar persahabatanku dengan Gita lebih berharga.
Tak lama saat aku bicara empat mata dengan Gita tentang Juned, Pandu memanggilku. . . “Far, gw minjem handphone lo dong!! Gw mo main, please” kata Pandu. “ye... tapi jangan sampai low bat, awas kalau hpku mati!” kataku. Pandu memang orang yang paling menyukai permainan Naruto yang ada dalam handphone-ku. Dia itu pecinta Naruto. Setiap hari dia meminjam handphoneku hanya untuk bermain Naruto. . . Naruto . . dan Naruto. Jika dia sedang bermain Naruto, apa saja yang akan ingin ditanyakan pasti dia jawab dengan jujur.
Pandu adalah sahabatku dari kecil. Kami berdua sering bertengkar tentang hal-hal yang kadang tidak penting, tapi kami berdua juga sangat dekat seperti kakak adik. Banyak teman yang sering mengatakan bahwa kami seharusnya berpacaran saja. Hari-hari pun berlalu aku mulai bisa melupakan Juned, apa mungkin karena adanya Pandu yang setia menemaniku. Aku memang nyaman berada di dekatnya dan merasa tenang saat ia menghiburku. Dan aku pun mulai sadar ternyata... aku jatuh cinta padanya... kali ini perasaan yang lebih dalam dari perasaanku ke Juned, aku yakin betul itu. Tapi saat aku mulai menyadarinya, sayangnya Pandu sudah mempunyai pacar yang bernama Acha, anak kelas 2-8.
Saat ia sedang asyik bermain Naruto, aku memebranikan diri untuk bertanya padanya... “ndu... kalo ada yang suka sama lo gimana?” kataku sambil memperhatikan matanya yang indah itu. “tergantung ya...!!! tapi gw masih setia sih sama Acha... en sori aja kayanya yang suka gue harus mundur deh...” kata Pandu sambil menjelaskan. Kenyataannya Pandu dan Acha memang masih berhubungan baik!! Aku sangat iri melihat mereka berdua. Setiap kali Pandu dan Acha jalan berdua depan kelas, hatiku rasanya terbakar oleh api neraka. Dan rasanya aku ingin meyingkirkan perempuan itu dari Pandu!! Akhirnya saat itu pun datang, sebelum aku melancarkan aksiku untuk menyingkirkan Acha, Pandu dan Acha putus.
Aku senang setengah mati!! Aku tak bisa menyembunyikan rasa senangku, aku senyum-senyum sendiri dan berteriak seperti orang gila. “kenapa lo? aneh banget, gila ya lo?” kata Nuri heran. “ya mirip sih ... tapi gimana nggak gila, secara... pangeran Pandu sudah putus sama Acha!!! Gimana nggak seneng dia!!” kata Gita menjelaskan. “Caiiillleeeee faraaaa udeh tembak aja tu si Pandu buru dari pada Pandu nembak Acha lagi, udeh cepet atuh far cepet!!!” kata Nuri bersemangat sambil menyenggol pundakku dengan tersenyum. “Tunggu aja dikit lagi. Gue nggak mau Pandu jadi ilfeel sama gue. Gue kan sobatan baik sama dia dari kecil. Kita coba perlahan-lahan aja, oke!! ” kataku menjelaskan sambil memikirkan trik apa yang bisa membuat Pandu tergila-gila padaku.
Besok paginya di sekolah . . “Far, gawat Far!! Semua orang sudah tahu kalo lo suka sama Pandu!!!” kata Gita panik. “APAAAAA!!!!!! Gawat banget!!!! Duh gimana nih!!!” kataku panik Aku tak menyangka ada yang membocorkan rahasia ini. Karena dulu ketika teman-teman menjodohkanku dengannya aku membantah mereka, lalu sekarang mereka malah tahu kalau aku suka Pandu. Duh malunya diriku!!! “Gimana nih, gue takut banget!! Mau taruh di mana muka gue? Otomatis pasti keharuman nama Fara Angelica akan hancur!!!!” kataku pada Gita. “Ya..elah Far, lo takut masih aja narsis begitu?” balas Gita.
Keadaan bertambah gawat karena keesokan harinya Pandu mendatangiku dan langsung bertanya mengenai hal ini. “Far, emangnya gossip yang beredar itu bener?” tanya Pandu. “a . .a . .a . . kata siapa? Siapa sih yang nyebarin itu gossip? Maklumlah artis, jadi banyak yang gosipin... Lagi pula gue tau ko kalo lo masih suka sama Acha, jadi nggak mungkin dong gue ngeganggu perjuangan lo, ya kan?” kataku mengelak. “bener juga ya!! Tapi bener kan itu nggak bener?” kata Pandu sambil menaikan alisnya sebelah. “bener kok enggak!!!” kataku berseru dan agak sedikit marah. “ohh... ya sudah kalo gitu!! Gue cabut dulu !!” kata Pandu membalas.
Haaah... akupun bisa bernafas lega... Untungnya Pandu sama sekali tidak curiga tentang gossip yang faktanya benar 100% itu. Aku memendam perasaanku dan menjalani semuanya ini sampai akhirnya gossip yang beredar itu pun menghilang. Naik kelas 3, aku tidak lagi sekelas dengannya. Pandu masuk kelas 3-4 dan aku masuk di 3-7. Walaupun begitu, perasaanku belum hilang, tiap pagi aku suka memandangnya dari jauh. Dan yang paling kusuka adalah senyumannya, dia punya lesung pipi yang sangat manis... mata dan alisnya yang tebal, tingginya yang semampai... oh... Ya.. ampun, mengapa aku terlambat menyadari ini!! Aku mulai dibutakan oleh perasaanku, gelisah tak menentu aku dibuatnya...
Akhirnya aku bertekad menembak Pandu!! Malam sebelum menembak Pandu, aku menyusun kata-kata sambil berdiri di depan cermin. Lalu aku menelepon Gita mengenai rencanaku ini... “Aduh, Git...gimana nih gue takut besok Pandu nolak dan malah jauhin gue kalo gue tembak dia!?” kataku dengan nada sedih. “ya udahlah lo siap mental aja deh, yang penting kan lo dah nyatain perasaan lo...” kata Gita menghiburku. Benar juga kata Gita, dari pada perasaan ini terus menghantuiku, lebih baik aku mengatakannya, diterima atau ditolak urusan belakangan, yang penting beban ini terlepaskan dariku...
Besoknya . . . . . “hallo, bisa bicara dengan Pandu?” sapaku lembut. “ini dari siapa ya?” kata orang yang menjawab. “ini Fara. Bisa bicara dengan Pandu?” tanyaku. “ya ini Pandu!! Fara ya??! kenapa Far, tumbenan lo telpon gue. Ada apaan? pasti pengen minta jambu gue yang lagi berbuah ya...dasar lo far kalo makanan cepet aja taunya...” tanyanya. “Enak aja...gue bukan mau minta jambu kok mentang-mentang gue yang abisin jambu lo waktu rujakan dulu... huuuh dasar, masih inget lagi!!!
Aa...emm..aaa..emm..gue cuma mau bilang...eh engga... gue cuma mo tanya besok ada PR nggak? Soalnya gue tadi nggak masuk!” kataku gemetar. “dih, bukannya kita udah nggak sekelas lagi? Aneh lo!” jawab Pandu. “hehe...bener juga, kok jadi lu yang gue telepon, ok deh makasih untuk peringatannya yaa . .. Daaa!!” kataku sambil cepat-cepat menutup telepon karena menyadari kebodohanku.
“Uuuuhh bego...bego...kok bisa salah tingkah gini sih?”teriakku. Setelah menutup telepon aku kembali berpikir, kayaknya aku tidak yakin bisa jadi pacarnya Pandu karena aku tahu bagaimana perasaannya pada Acha, dia sepertinya sangat cinta dan sayang sama Acha dan mungkin dia tidak akan melepaskan Acha dengan begitu saja. Lalu aku telepon Even, sahabat lain yang juga dekat denganku untuk menceritakan hal ini. Even itu teman sekelasku dan dia itu pacarnya Renya sahabatnya Pandu jadi dia kenal banget sama Pandu karena itu aku ingin tahu apakah dia punya solusi atas masalahku ini. “Far, kenapa lo nggak cari orang lain aja sih... Mungkin dengan itu lo bisa ngelupain si Pandu? Atau kalo emang ga dapet juga, ya lo harus susun strategi buat dapetin dia... dari pada lo tambah kurus kerempeng kaya toge mikirin dia mulu...” sarannya. “ko toge sih?? Toge kan bantet??” balasku. “siapa bilang, lo tau toge layu yang udah kecil mengkerut lagi, persis banget sama muka lo selama seminggu ini”, katanya sambil tertawa.
Saran Even ada benarnya juga, mungkin aku harus mencari orang lain... aku teringat Pandulah yang telah membuatku lupa akan Juned, jadi aku juga harus mencari orang yang bisa membuatku melupakan dirinya... “ya, daripada terus menjadi toge seperti kata Even... ih, amit-amit deh, bisa turun pasaranku kalau terus begitu,” kataku dalam hati.
Lalu aku mulai mencari orang lain yang menarik perhatianku, tapi ternyata hasilnya NOL. Aku masih saja memikirkan Pandu. Tidak ada yang bisa menggantikan dirinya, pikirku. Dia terlalu sempurna untuk digantikan dengan orang lain. Lalu seorang teman yang tahu akan kesedihanku mengajakku jalan-jalan. Kami pergi ke salah satu taman rekreasi di pusat kota. Aku sangat merasa terhibur dan menikmatinya, namun disela-sela kegembiraanku aku mendapatkan kabar yang menyedihkan bahwa Even, konsultan terbaikku, mengalami sebuah kecelakaan!!!!! Aku langsung ke RS Bakti Walyuda, tempat Even dirawat. Dia kritis selama 5 hari. Kata dokter dia mengalami benturan keras yang membuat tengkoraknya mengalami retak yang serius!! Kasihan sekali dia...
Sambil menjaga dia di rumah sakit, aku mulai memikirkan kata-kata Even, bahwa ada dua pilihan atas masalahku, karena pilihan pertama tidak berhasil maka aku harus melanjutkan ke pilihan kedua, yaitu menyatakan perasaanku pada Pandu... “ya ampun, jaga orang sakit ko malah mikirin diri sendiri”, aku tersadar dari lamunanku...
Hari-hari berlalu... Akhir-akhir ini Pandu sering buang muka dari pandanganku. Aku tidak tahu apa penyebabnya karena akupun sudah mulai jarang berkomunikasi dengannya. Karena merasa tidak nyaman, aku memberanikan diri untuk bertanya padanya... “Gitu ya cara anak 2-6 berkomunikasi... pake acara buang muka lagi, kaya ketemu alien aja!!! Dasar!!” kataku menyeletuk ke Pandu. “Yee... Far... bukannya begitu... tapi gue lagi banyak urusan jadi sorry banget!!” katanya menjawab sambil berjalan. Apa?! Jadi hanya itu saja tanggapan darinya? Aku mau lebih!!!! Aku mau celetukanku tadi bisa dilanjutkan ke obrolan yang lebih lama!! Tapi dia hanya mengucapkan satu kalimat yang tidak bermutu!! Sudah cukup...aku tak tahan lagi, nanti sore aku harus membicarakan hal ini dengannya...
Sorenya, aku membulatkan tekad untuk menelepon Pandu... Dan . . . “Hallo . .bisa bicara dengan Pandu?” kataku membuka pembicaraan. “Fara ya... ini tante, ibunya Pandu. Apa kabar, far?” tanya mamanya Pandu. “baik tante...Pandunya ada tan? Tanyaku. “Ohh..Pandunya ada no...lagi mandi, udah tunggu aja dulu sebentar ya..”, jawab ibunya. “eh . . iye ni Pandu ude selese mandi” kata ibunya memberi tahukan, sambil memanggil Pandu. “hallo... ini siapa?” kata Pandu menyapa. “ini Fara . ndu gue mo ngomong soal... eh, lu udah punya pacar belom?” kataku bertanya. “belom . .mang kenapa?” katanya. “nggak... gue mo ngomong banyak banget.” Kataku sambil pikir bagaimana cara menyampaikannya. “eh Far, sorry gue tutup dulu soalnya gue mo ganti baju. Ini gue nerima telepon masih sexy ni, cuma pake handuk doang. Sorry ya . .” katanya sambil tertawa. “oh . . ya ampun lo belom pake baju? Ihhh . . udah deh pake baju dulu nanti gue telepon lagi ok! Bye” kataku sedikit tertawa sambil menutup telepon. “bye” katanya menutup.
Tak lama setelah aku menutup telepon, telepon pun berdering kembali. Ternyata dari Renya, ia menyampaikan berita duka bahwa Even telah meninggal lima menit yang lalu. Aku pun tak kuasa meneteskan air mataku, Even yang selama ini setia mendengarkan keluh kesahku sudah pergi... Lalu aku dijemput Renya dan ke pemakaman Even. Sesampainya di sana, Renya lima kali jatuh pingsan karena tak tahan melihat Even berbaring di atas peti mati. Setelah dikubur, aku bicara pada Even dan sambil menebarkan bunga . . Even, seandainya kamu masih hidup, aku kan bisa terus curhat sama kamu!! Aku masih butuh nasihat-nasihatmu juga solusi atas masalahku!! Tapi sekarang engkau telah di surga, mudah-mudahan kamu tenang di sana ya!!
Aku sadar tak bisa terus tenggelam dalam kesedihan seperti ini dan mulai melanjutkan hidupku... Keesokan harinya terlintas lagi dalam pikiranku untuk meneruskan tekad yang sempat terhambat waktu itu... ya, aku harus melakukannya, aku harus mengutarakan perasaan yang sudah sekian lama terpendam pada Pandu...
Kira-kira jam 3.00 sore aku pergi ke telepon umum. “hallo, selamat sore...” sapaku lembut. “sore... Kenapa Far?” kata Pandu menyapa kembali. “ehmm... ya... langsung aja deh, lu udah punya pacar?” kataku bertanya. Seluruh tubuhku gemetar, jantungku berdegup kencang karena kalimat yang baru saja kulontarkan pada Pandu. “kayaknya pertanyaan lo dari kemaren itu terus, mang kenapa?” katanya. “ndu, gue mau mengatakan seusatu, tapi janji jangan marah ya!! Gue...gue... suka sama lo sejak kelas dua. Sebenarnya gossip yang waktu itu beredar juga benar, tapi karena gue ga berani terus terang sama lo, gue bilang kalo itu semua ga bener. Maaf ya, ndu... Mungkin lo akan ngerasa ilfeel sama gue, tapi karena gue sangat sayang dan cinta sama lo jadi gw mau lo jadi pacar gue. Tapi kalao pun lo nolak, gue mau persahabatan kita jangan putus ya...” kataku gemetar, kontan semua tubuhku terasa dingin, seperti mayat hidup. “duh... gimana ya gue gak bisa jawab sekarang. Nanti malam gue SMS lo aja ya! Lu bakalan terima apa adanya kan?” balasnya lembut. “Yap... no problem gue bakal nunggu lo! Cepet SMS, ok! Makasih ya . .Bye” kataku semangat sambil mengucapkan salam tutup untuk sang pangeran.
Setelah menelepon aku sangat senang. Loncat-loncat, teriak dan lain-lain. Sampai orang lain sangka aku seperti orang gila. Sampai ditegur hansip yang jaga dekat telepon umum. Duh malu banget tapi aku senang, perduli amat sama pandangan orang yang penting beban di pundakku sudah hilang...legaaa....
Waktu menunjukkan pukul 7.00 malam, sejak menelepon Pandu tadi sore aku hanya bisa berguling di atas tempat tidur sambil menggenggam hpku. Tiba-tiba... TETOLET TOLET... itulah bunyi suara HandPhone-ku bila SMS datang. Saat ku buka ternyata dari Pandu ... Mungkin ini jawaban yang menyakitkan. Dan ini mungkin akan mengecewakan kamu. Maaf banget ya Fara aku nggak bisa jadi Pacarmu. Aku masih cinta Acha, walaupun dia agak membuatku sedikit kecewa tapi aku masih mengharapkannya. Jadi jangan marah ya... We’re still friend, right :-)
Tetes... demi tetes air mataku mengalir... Aku merasakan sakitnya hatiku dan aku mulai ada rasa benci tapi aku tahu bahwa sudah seharusnya aku siap akan kenyataan ini. Lalu aku membalas SMS-nya... Ya... nggak apa-apa aku tau kok kamu masih cinta Acha. Memang rasanya sedikit sakit, tapi aku wanita yang kuat dan tegar untuk menerima apa pun jawabanmu. Aku yakin suatu saat nanti, kita akan menemukan Cinta sejati kita masing-masing. ok! Makasih ya...
Tak terasa sudah berapa banyak air mata yang jatuh di pipiku, mungkin kalau dikumpulkan cukup membuat Jakarta banjir. Setiap hari aku masih merasakan luka dihatiku... Aku yang bilang padanya bahwa kami akan bersikap seperti biasanya, tapi kenyataannya aku tidak cukup tegar untuk melanjutkan hidupku dengan ceria lagi.. Setiap dia lewat kelasku atau lewat depan mukaku, aku hanya bisa tundukkan kepalaku atau pura-pura tidak melihatnya. Itu semua yang kulakukan hingga sampai lulus sekolah dan kami pun lama tak bertemu lagi.
Karma? Pandu sebenarnya sudah tahu lama kalau Fara memendam perasaan terhadap dirinya. Namun ia selalu menolak perasaan yang juga tumbuh di hatinya karena memegang prinsip bahwa Fara adalah sahabat dari kecil dan ia tidak ingin merusak persahabatan yang selama ini sudah terjalin. Akhirnya ia pun harus mengubur jauh-jauh perasaannya. Karena itu, ia mencoba menjauhi Fara dengan berpacaran dengan Acha.
Namun tanpa sadar, perasaan cinta itu bersemi kembali saat mereka berdua sudah masuk universitas dan bertemu kembali di pensi yang diadakan di SMP mereka. Pandu terpesona akan sosok Fara terlihat semakin matang dan dewasa. Juga semakin manis. Ia kembali menginginkan Fara. Bagai ditusuk tepat diulu hati, Pandu melihat Fara dengan mesranya menggandeng seorang laki-laki. Laki-laki yang sangat menyayangi Fara. Laki-laki yang sepertinya pantas untuk Fara. Tidak seperti dirinya yang termakan oleh prinsip yang membuatnya susah sendiri... Rasa bersalah itu kembali menghantui Pandu. Ia sadar inilah karma yang harus ditanggung. Kini, ia siap untuk menerima segalanya, Fara sudah bersama orang lain.
Akhirnya . . . Aku memandang jam besar di taman fakultas dengan gelisah. Hari ini hari minggu, tepat seminggu setelah Pandu menyatakan cintanya padaku. Ia juga sudah menjelaskan bahwa sebenarnya ia pun mencintai aku dan selama ini ia tidak bisa melepaskan bayangku dari pikirannya. Perasaan yang mungkin hampir sama dengan perasaanku sendiri. Hanya saja aku beruntung menemukan Randy yang sekarang sangat menyayangiku dan aku pun mulai mencintainya. Sehingga aku sudah menutup kisahku dengan Pandu. Pandu memberikan waktu seminggu untuk menjawab pertanyaan yang membuatku benar-benar pusing. Karena jauh dilubuk hatiku, aku tahu kalau aku pun masih menyimpan rasa cinta untuknya... Tapi, kenapa baru sekarang ia menceritakannya, setelah semua sudah terlambat, setelah aku bertemu dengan Randy, pacarku.
Tidak! Tidak! Randy terlalu baik untuk menjadi korban dari kisah lalu kami berdua. Dari kejauhan, aku dapat melihat Pandu melangkah ke arahku dengan tegap dan mantap. Setelah duduk di sampingku ia langsung bertanya... “Bagaimana, Far?” katanya tanpa basa-basi. Aku tersenyum dan hanya memandang wajah Pandu dengan seksama. Wajah yang pernah mewarnai masa-masa SMP dulu.
Perlahan, aku ingin mengucapkan sesuatu tapi telunjuk Pandu menahan bibirku. “ssttt,” bisik Pandu. Aku melihat matanya berkaca-kaca menahan air mata yang bersiap-siap untuk membasahi wajahnya. Namun, Pandu tersenyum. Ia bangkit dan berkata lembut... “nggak apa-apa kalau kamu nggak suka aku, yang terpenting dari semuanya kamu sudah mengetahui perasaanku ke kamu dan sekarang kita sudah jujur akan perasaan kita masing-masing”.
Aku memandang Pandu dengan nanar. Aku masih teringat kata-kata itu. kata-kata yang mirip dengan apa yang kuucapkan padanya waktu dulu. Kami berdua kena karma karena ketidakjujuran kami. Pandu tersenyum untuk terakhir kalinya dan ia pun berlalu. Dan dia menoleh kearahku untuk terakhir kalinya. Lalu kembali berjalan. Kali ini untuk selamanya ...
Oleh : Stella Illona Christianti Bastiaan
Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com
No comments:
Post a Comment