Cerpen
------------
Aku sudah muak, kataku. Kau dengar itu?
Aku muak dengan semua penantianku terhadapmu. Penantian yang tak kunjung sampai di titik henti. Aku juga sudah muak dengan semua kelakuanmu yang selalu menomorduakan aku.
Aku hampir lelah dengan segala hal yang berhubungan denganmu. Aku ingin berhenti saja! Kau dengar itu? Aku berhenti!
Kau, sosok yang tetap dalam diam saat aku terus berkata-kata. Kau yang tak pernah memberi komentar, meski seribu protes kuhamburkan, meski sejuta kata kuhempaskan, padamu. Apa yang ada di pikiranmu? Aku tak tahu!
Hampir satu tahun kau tinggalkan aku, tanpa kata-kata. Kau biarkan aku dengan segala ketergantungan terhadapmu. Ketergantungan yang semakin menjadi, bahkan setelah kau pergi.
Kau diam saja saat aku mengatakan betapa aku sangat menyayangimu. Kau diam saja saat aku mengatakan kalau aku juga membencimu. Kau tak berkomentar saat aku tinggalkanmu, menangis! Kau tak mengejarku saat aku pergi. Kau diam. Bahkan mungkin tak perduli. Ya, kan?
Dulu, aku selalu kembali ke pelukanmu. Dulu, aku selalu membutuhkanmu. Namun sekarang, terus terang aku sudah lelah. Jika terus begini hanya akan menyiksaku. Karena menantimu selalu menimbulkan luka di hatiku. Merindukanmu selalu menyakiti jiwaku. Aku tak tahu apa yang kau inginkan!
Sejuta tanya yang ada dalam diriku, tentangmu, tak satupun ada jawaban. Saat kau disisiku, maupun saat kau telah tinggalkanku, tak ada satupun bisa menjawab pertanyaanku tentang dirimu. Dan kepergianmu, benar-benar telah menambah luka di hatiku. Apakah kau masih perduli?
Lagu-lagu patah hati kini menjadi laguku. Lagu-lagu cinta yang dulu aku suka, kini aku benci. Apakah kau masih perduli? Puisi kesepian dan kesedihan mungkin lebih cocok mengisi hari-hariku. Apakah kau perduli?
Sekarang kau ada dimana?
Aku telah mencoba untuk tak lagi perduli padamu... Tetapi aku tak pernah mampu. Dan sejujurnya, aku masih menyimpan namamu di hatiku. Tak akan pernah aku lupakan saat-saat indah bersamamu.
Tolong sekarang kau katakan padaku aku harus bagaimana?
Bagaimana agar aku bisa melupakanmu... Bagaimana agar senyummu tak lagi menghantui setiap mimpiku... Bagaimana agar namamu tak lagi keluar dari mulutku... Tolong katakan padaku..!
Sedangkan hingga detik ini masih kurasakan adanya desah nafasmu di sekelilingku. Sedangkan hingga hari ini, sosokmu masih selalu hadir di setiap mimpiku. Mencoba untuk menemukan ruang dalam hatiku, yang tiada namamu pun, aku sudah tak mampu. Karena di setiap sudutnya selalu ada dirimu. Karena ruangnya telah penuh dengan hadirmu.
Malam-malamku kini dihiasi tangis kerinduan kepadamu. Kerinduan yang sangat dingin menggigit tepi hatiku. Dan selalu membuatku tak mampu untuk lari darimu. Bahkan saat kau tak lagi peduli.
Terkadang ada tanya di sudut hati, apa makna dari setiap penantian ini? Apakah dirimu hanya sebuah harapan kosong? Dan aku telah begitu bodoh karena selalu mengharapkanmu...
Atau mungkin takdir memang belum mengijinkan kita untuk bersatu? Aku tak pernah berharap untuk berpisah darimu. Mungkin memang salahku yang tergesa meminta kepastian darimu tentang kita, namun bukankah itu suatu kewajaran?
Kewajaran di saat aku tak ingin lagi berpisah denganmu... Kewajaran di saat aku tak ingin kehilangan seseorang yang aku sayangi, lebih dari diriku sendiri. Lalu apakah aku salah jika mengharapkan ketegasan darimu?
Mungkin kau tak akan pernah tahu... Namun, disini, di dalam hati ini, masih ada dirimu. Mungkin hingga hari ini, mungkin juga untuk yang terakhir kali. Mungkin... Aku sudah tak lagi perduli!
Hidup ini tanpamu, adalah kesepian yang tak berwujud. Kesendirian yang menghantam setiam sudut jiwa. Kekosongan yang menghantui jiwa dan raga. Lalu kau ada dimana? Tak ada lagi kini kabar dan beritamu. Masih hidupkah? Atau sudah lenyap dimakan tanah?
Sejuta tanya, mengapa... Mengapa masih aku perduli, sedangkan bibirku mengatakan tidak. Mengapa masih aku inginkanmu, sedang setiap syaraf di tubuhku mengatakan betapa bodohnya aku.
Lalu mengapa?
Pertemuan kita bukanlah suatu kesalahan. Demikian juga perasaan ini bukanlah satu hukuman. Aku hanya ingin bertemu denganmu... Ingin mencari jawaban atas semua pertanyaan. Masih sendirikah engkau? Ataukah sudah bersama yang lain? Lalu aku akan pulang... Dan mengatakan, selamat tinggal!
Hanya itu saja...
Oleh : Akhirta Atikana
------------
Aku sudah muak, kataku. Kau dengar itu?
Aku muak dengan semua penantianku terhadapmu. Penantian yang tak kunjung sampai di titik henti. Aku juga sudah muak dengan semua kelakuanmu yang selalu menomorduakan aku.
Aku hampir lelah dengan segala hal yang berhubungan denganmu. Aku ingin berhenti saja! Kau dengar itu? Aku berhenti!
Kau, sosok yang tetap dalam diam saat aku terus berkata-kata. Kau yang tak pernah memberi komentar, meski seribu protes kuhamburkan, meski sejuta kata kuhempaskan, padamu. Apa yang ada di pikiranmu? Aku tak tahu!
Hampir satu tahun kau tinggalkan aku, tanpa kata-kata. Kau biarkan aku dengan segala ketergantungan terhadapmu. Ketergantungan yang semakin menjadi, bahkan setelah kau pergi.
Kau diam saja saat aku mengatakan betapa aku sangat menyayangimu. Kau diam saja saat aku mengatakan kalau aku juga membencimu. Kau tak berkomentar saat aku tinggalkanmu, menangis! Kau tak mengejarku saat aku pergi. Kau diam. Bahkan mungkin tak perduli. Ya, kan?
Dulu, aku selalu kembali ke pelukanmu. Dulu, aku selalu membutuhkanmu. Namun sekarang, terus terang aku sudah lelah. Jika terus begini hanya akan menyiksaku. Karena menantimu selalu menimbulkan luka di hatiku. Merindukanmu selalu menyakiti jiwaku. Aku tak tahu apa yang kau inginkan!
Sejuta tanya yang ada dalam diriku, tentangmu, tak satupun ada jawaban. Saat kau disisiku, maupun saat kau telah tinggalkanku, tak ada satupun bisa menjawab pertanyaanku tentang dirimu. Dan kepergianmu, benar-benar telah menambah luka di hatiku. Apakah kau masih perduli?
Lagu-lagu patah hati kini menjadi laguku. Lagu-lagu cinta yang dulu aku suka, kini aku benci. Apakah kau masih perduli? Puisi kesepian dan kesedihan mungkin lebih cocok mengisi hari-hariku. Apakah kau perduli?
Sekarang kau ada dimana?
Aku telah mencoba untuk tak lagi perduli padamu... Tetapi aku tak pernah mampu. Dan sejujurnya, aku masih menyimpan namamu di hatiku. Tak akan pernah aku lupakan saat-saat indah bersamamu.
Tolong sekarang kau katakan padaku aku harus bagaimana?
Bagaimana agar aku bisa melupakanmu... Bagaimana agar senyummu tak lagi menghantui setiap mimpiku... Bagaimana agar namamu tak lagi keluar dari mulutku... Tolong katakan padaku..!
Sedangkan hingga detik ini masih kurasakan adanya desah nafasmu di sekelilingku. Sedangkan hingga hari ini, sosokmu masih selalu hadir di setiap mimpiku. Mencoba untuk menemukan ruang dalam hatiku, yang tiada namamu pun, aku sudah tak mampu. Karena di setiap sudutnya selalu ada dirimu. Karena ruangnya telah penuh dengan hadirmu.
Malam-malamku kini dihiasi tangis kerinduan kepadamu. Kerinduan yang sangat dingin menggigit tepi hatiku. Dan selalu membuatku tak mampu untuk lari darimu. Bahkan saat kau tak lagi peduli.
Terkadang ada tanya di sudut hati, apa makna dari setiap penantian ini? Apakah dirimu hanya sebuah harapan kosong? Dan aku telah begitu bodoh karena selalu mengharapkanmu...
Atau mungkin takdir memang belum mengijinkan kita untuk bersatu? Aku tak pernah berharap untuk berpisah darimu. Mungkin memang salahku yang tergesa meminta kepastian darimu tentang kita, namun bukankah itu suatu kewajaran?
Kewajaran di saat aku tak ingin lagi berpisah denganmu... Kewajaran di saat aku tak ingin kehilangan seseorang yang aku sayangi, lebih dari diriku sendiri. Lalu apakah aku salah jika mengharapkan ketegasan darimu?
Mungkin kau tak akan pernah tahu... Namun, disini, di dalam hati ini, masih ada dirimu. Mungkin hingga hari ini, mungkin juga untuk yang terakhir kali. Mungkin... Aku sudah tak lagi perduli!
Hidup ini tanpamu, adalah kesepian yang tak berwujud. Kesendirian yang menghantam setiam sudut jiwa. Kekosongan yang menghantui jiwa dan raga. Lalu kau ada dimana? Tak ada lagi kini kabar dan beritamu. Masih hidupkah? Atau sudah lenyap dimakan tanah?
Sejuta tanya, mengapa... Mengapa masih aku perduli, sedangkan bibirku mengatakan tidak. Mengapa masih aku inginkanmu, sedang setiap syaraf di tubuhku mengatakan betapa bodohnya aku.
Lalu mengapa?
Pertemuan kita bukanlah suatu kesalahan. Demikian juga perasaan ini bukanlah satu hukuman. Aku hanya ingin bertemu denganmu... Ingin mencari jawaban atas semua pertanyaan. Masih sendirikah engkau? Ataukah sudah bersama yang lain? Lalu aku akan pulang... Dan mengatakan, selamat tinggal!
Hanya itu saja...
Oleh : Akhirta Atikana
No comments:
Post a Comment